Sabtu, 28 Januari 2017

Kecerdikan Pangeran Villigo

Dimuat di Majalah Bobo


Kecerdikan Pangeran Villigo
Oleh. Ruri Irawati

            Raja Picolo memimpin sebuah kerajaan kecil bernama Kerajaan Lishoto. Raja Picolo sebetulnya mempunyai seorang putera bernama Pangeran Villigo. NamunPangeran Villigo mempunyai penyakit yang aneh.Orang pasti ketakutan kalau melihat wajahnya. Itu sebabnya sang pangeran hampir tidak ernah keluar istana. Ia pun sering memakai topeng penutup wajah.
            Pangeran Villigo sudah beranjak dewasa. Raja Picolo ingin puteranya segera menikah. Sudah banyak putri kerajaan tetangga yang diundang ke Lishoto. Namun tak ada yang berani menikah dengan pangeran.
            Suatu hari, tersiar kabar tentang serangan pasukan Kerajaan Vidius. Pasukankuat gdari kerajaan besar ini sedang berperang menaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
Tiga kerajaan kecil di dekat Kerajaan Lisotho sudah ditaklukan. Tak berapa lama lagi, pasukan kerajaan Vidiusyang tangguh akan sampaidi Kerajaan Lishoto.
Raja Picolo sungguh bingung. Tentara pasukannya tak begitu banyak. Tak mungkin pasukannya bisa melawan pasukan Vidius yang besar dan kuat itu.
Saat sang raja berpikir keras, tiba-tiba Pangeran Villigo berkata, “Ayah, sekarang aku sudah dewasa. Bolehkan aku ikut berperang kali ini? Aku ingin memimpin pasukan kerajaan ini untuk berperang.”

Raja Picolo kaget. Bagaimana mungkin pangeran maju ke medan perang, apalagi menjadi pemimpin pasukan. Latihan saja, Pangeran Villigo tak pernah.
“Percayalah padaku, Ayah. Aku punya strategi untuk mengusir pasukan musuh!” ucap Pangeran meyakinkan ayahnya. Akhirnya dengan berat hati sang rajapun menyetujui permintaan Pangeran.
***
            Tak berapa lama pasukan Vidius pun tibadi pintu perbatasan kerajaan. Mereka siap menyerbu Kerajaan Lishoto.Pangeran Villigo dan pasukannya menyambut Panglima Perang kerajaanVidiusyang berkuda di barisan terdepan.
            “Wahai Panglima Perang Vidius yang gagah perkasa… Kami pasukan kerajaan Lishoto  menyambut Anda dan pasukan Anda…” sapa Pangeran Villigo.
“Heh! Mengapa kalian memakaitopeng?” bentak Panglima Perang Vidius heran dan curiga.
“Maafkan kalau kami tidak sopan, Panglima… Namun ketahuilah, negeri kecil kami ini telah dikutuk oleh leluhur kami. Siapapun yang memasuki kerajaan ini, perlahan wajahnya akan rusak seperti wajahku!” seru Pangeran Villigo sambil membuka topengnya.
Tampaklah wajah pangeran yang selama ini selalu disembunyikan di balik topeng. Wajahnya yang berkulitcokelatdipenuhi beberapa bercak putih dengan ukuran yang tidak menentu.
            Panglima perang Vidius mendekatdan memerhatikan jelas wajah pangeran. Ia tak mau ditipu. Setelah tahu kalau totol di wajah Pangeran memang asli, Panglima bergidik dan melangkah mundur. Namun, ia tetap ingin melanjutkan peranguntuk menaklukan kerajaan Lisotho.
            “Kalau Panglima belum percaya, lihatlah wajah-wajah pasukanku!”seru Pangeran Villigo
Seketika pasukan kerajaan Lishotopun melepas topeng-topeng mereka. Semua wajah para pasukan Lisotho ternyata berbercak putih. Rupanya sebelum berangkat berperang, Pangeran telah memerintahkan pasukannya untuk memberi bercak putih di wajah mereka semua.
            Pasukan Vidiusbergidik takut dan mundur. Panglima Vidius melihat pasukannya yang tampak takut dan ragu. Ia terpaksa memutuskan untuk mundur. Mereka tidak jadi berperang dan meninggalkan kerajaan Lishoto.
            Berkat kecerdikan Pangeran Villigo, Kerajaan Lisotho menjadi aman dan tentram. Rakyat menerima keadaan Pangeran dengan suka cita. Mereka tidak menyangka, walau berwajah buruk, Pengaran Villigo ternyata cerdas, pemberani dan sayang pada rakyatnya. Raja Picolo terharu melihat keberhasilan puteranya itu.
            Beberapa bulan kemudian, istana Kerajaan Lishoto kedatangan tamu.Pangeran Villigo sungguh terkejut saat mengenali wajah tamunya, yaitu Panglima Perang Kerajaan Vidius.
            “Saya datang membawa pesan dari putri raja kami, Putri Luvina,” ujar sang Panglima.
            “Apa tujuan Panglima datang ke kerajaan kami? Apakah ingin menyerang kerajaan kami lagi?” tanya Pangeran Villigo berdebar.
            “Tentu saja tidak, Pangeran… “ ujar Panglima sambil tersenyum. Ia lalu bercerita…
Putri Luvina rupanya sangat heran ketika melihat Pasukan kerajaan Vidius tidak jadi menyerang kerajaan Lishoto. Ia tidak percaya pada kabar tentang kutukan di negeri Lishoto. Putri Luvina lalu datang sendiri ke kerajaan Lishoto. Iamenyamar sebagai rakyat biasa.
“Putri Luvina akhirnya tahu kalau cerita tentang kutukan itu tidak benar. Semua itu hanyalah tipuan dan strategi perang Anda, Pangeran!” cerita Panglima Perang Vidius.
            Pangeran Villigo seketika berubah waspada.
            “Jadi…”
            “Tenang, Pangeran! Kami tidak akan menyerang kerajaanmu lagi,” cetusPanglima.“Putri kami sangat terkesan dengan kecerdikan dan keberanian Pangeran untuk melindungi rakyat kerajaan ini. Karena itu, Putrimencari tabib yang bisa menyembuhkan penyakit Pangeran. Putri Luvina telah berhasil menemukan tabib itu,” jelas Panglima lagi.
            Pangeran Villigo sangat gembira. Tabib dari kerajaan Vidius itu pun didatangkan ke kerajaan Lishoto. Setelah ramuannya diperiksa tabib istana, Pangeran Villigo pun meminum ramuan itu. Ternyata, ramuannya memang mujarab. Penyakit kulit Pangeran Villigo pun sembuh.
***
            Pangeran Villigo sangat gembira. Ia berkunjung ke kerajaan Vidius untuk berterima kasih pada Putri Luvina. Mereka pun menjadi bersahabat dan saling membantu dalam kesulitan.
  

Kamis, 19 Januari 2017

Misi Rahasia Peri Rury


Dimuat di Majalah Bobo

Misi Rahasia Peri Rury
Oleh: Agnes Dessyana

            “Besok aku akan melaksanakannya!” teriak Peri Rury di dalam kamarnya. “Ini pasti bisa membuat dia kembali ceria.”
Peri Rury kemudian menuliskan barang-barang yang diperlukan untuk memberikan kejutan bagi kurcaci sahabatnya. Peri Rury sangat bersemangat untuk membuat sahabatnya itu tidak murung lagi. Peri Rury tertidur sambil membayangkan senyum bahagia dari sahabatnya itu.
Keesokan paginya, Peri Rury bangun lebih pagi untuk menjalankan misi rahasianya. Pertama-tama, Peri Rury menyelesaikan tugas utamanya, yaitu mengumpulkan kelopak bunga untuk Peri Rumi, si peri penjahit.
“Oh, Peri Rury. Kamu sudah datang pagi-pagi?”
“Iya, Peri Rumi,” angguk Peri Rury. “Aku harus mengerjakan sesuatu nanti siang.”
“Mengerjakan apa?” tanya Peri Rumi penasaran.
“Hehehe, itu rahasia,” ucap Peri Rury.
Peri Rumi tertawa mendengar itu. Tapi, Peri Rumi mengizinkan Peri Rury untuk pulang lebih cepat asalkan pekerjaannya sudah selesai.
Setelah tiga jam, Peri Rury selesai mengumpulkan kelopak bunga dan pamit pulang pada Peri Rumi. Peri Rury mengeluarkan selembar kertas dan mengecek tugasnya.
“Tugasku sudah selesai. Berarti, sekarang saatnya membuat kejutan untuknya,” girang Peri Rury.
Untuk membuat kejutan bagi sahabatnya itu, Peri Rury harus mengumpulkan beberapa benda terlebih dahulu.
Peri Rury bergegas terbang ke perpustakaan. Ia harus meminjam buku terlebih dahulu.
“Hai, Peri Rury,” salam Kobi, kurcaci penjaga perpustakaan.
“Selamat siang kurcaci Kobi,” balas Peri Rury.
Peri Rury lalu berjalan mengelilingi rak buku untuk mencari buku yang diinginkannya. Setelah mendapatkannya, Peri Rury membawa buku tersebut ke tempat kurcaci Kobi.
Kurcaci Kobi agak kebingungan ketika melihat buku yang dipinjam Peri Rury. ”Tumben sekali kamu meminjam buku seperti ini. Untuk apa buku ini?”
“Hehehe, ini untuk melancarkan misi rahasia yang sedang kujalani.”
“Misi rahasia? Apa itu?”
Peri Rury tersenyum. “Ini kan rahasia. Jadi, aku tidak akan memberitahumu, Kobi.”
Kurcaci Kobi merasa kecewa tapi tidak mendesak lebih lanjut. Setelah pamit pada Kobi, Peri Rury kembali melanjutkan misi rahasianya.
Kali ini, ia pergi ke toko kue Peri Marie. Ia harus membeli tepung, madu, dan juga telur. Sama seperti sebelumnya, perilaku Peri Rury membuat Peri Marie penasaran. Dan, Peri Rury menjawab dengan kalimat yang sama.
“Ini rahasia,” ucap Peri Rury sambil terbang pulang.
Setibanya di rumah, Peri Rury terlihat sibuk. Ia mengayak tepung, memotong apel, dan memecah telur. Setelah itu, Peri Rury mengaduk semuanya dan memanggangnya dalam oven.
Sambil menunggu kue matang, Peri Rury mengambil kotak di dalam kamar. Ia memasukkan beberapa sobekan kertas dalam kotak dan melobangi kotak tersebut. Peri Rury lalu memasukkan sesuatu ke dalam kotak tersebut.
“Semoga kamu bisa membuat sahabatku tersenyum lagi,” ucap Peri Rury pada kotak tersebut.
Peri Rury lalu mengeluarkan kue apel yang dibuatnya dan memasukkannya ke dalam kotak lain yang telah disiapkan. Peri Rury kemudian membawa kedua kotak tersebut dan buku yang dipinjamnya ke rumah sahabatnya.
Tapi, betapa terkejutnya Rury ketika mendapati Tobi di depan rumah.
“Tobi? Ada apa?” tanya Rury terkejut melihat Tobi.
“Aku hanya ingin berkunjung,” jawab Tobi. “Kamu mau pergi?”
Peri Rury mengangguk. “Iya, aku baru saja mau ke….”
“Kalau begitu aku pamit saja,” sela Tobi sambil berbalik pulang.
“Tunggu!” panggil Rury.
Kurcaci Tobi berhenti.
“Tobi, kebetulan sekali kamu ke sini. Aku baru saja mau ke rumahmu.”
“Ke rumahku?” tanya Tobi bingung. “Untuk apa?”
Peri Rury tersenyum. “Bagaimana jika kamu masuk dulu dan aku ceritakan semuanya.”
Ketika sudah di dalam rumah, Peri Rury membuatkan teh madu hangat dan menyuguhkannya pada kurcaci Tobi.
“Tobi, aku berniat datang ke rumahmu untuk menyerahkan barang-barang ini.”
“Apa ini?” tanya Tobi sambil melihat kedua kotak dan buku yang diberikan Rury.
“Ini hadiah untukmu,” jawab Peri Rury. “Untuk menemani dirimu agar tidak kesepian.”
Kurcaci Tobi membaca judul buku yang diberikan Rury.
“Kumpulan nama untuk hewan kesayangan,” ucapnya pelan dan membuka kotak kecil yang dipegangnya.
Kurcaci Tobi langsung menangis ketika melihat isi dari kotak kecil tersebut.
“Mirip sekali,”
Peri Rury mengangguk. “Iya, aku sengaja membelinya ketika melihat kemiripannya dengan Pipi, hamster kesayanganmu yang baru mati minggu lalu.”
Kurcaci Tobi kemudian membuka kotak lain yang diberikan Peri Rury. Kali ini, air matanya semakin deras mengalir.
“Kue apel kesukaanku.”
Peri Rury tersenyum. “Aku berusaha sebaik mungkin untuk membuatnya. Semoga kamu suka.”
Kurcaci Tobi meletakkan barang-barang yang dipegangnya ke atas meja. Ia lalu memeluk Peri Rury.
“Terima kasih,” ucap kurcaci Tobi.
Peri Rury membalas pelukan Tobi. Keduanya kemudian saling tertawa. Peri Rury tersenyum saat melihat Tobi bermain dengan hamster yang diberikannya.
Misi rahasia untuk membuat Tobi ceria berhasil. Peri Rury berkata dalam hati. Sungguh menyenangkan bisa membuat seorang sahabat kembali ceria.




Senin, 16 Januari 2017

Kue Cokelat Panggang untuk Ibu

                 
Ilustrasi Diani Hapsari

           Kue Cokelat Panggang untuk Ibu
                                      Bambang Irwanto

“Aduh... gosong lagi,” keluh Lipi saat mengeluarkan kue cokelat dari dalam oven.
Pili yang melihat asap mengepul-ngepul segera menghampiri saudara kembarnya itu.
“Yah..gosong.” seru Pili kecewa. “Padahal Ibu sudah mengajarimu cara memanggang kue.”
“Maafkan aku ya, Pi,” ucap Lipi menyesal. “Padahal aku sudah berusaha, tapi sayangnya aku lupa mengecilkan api kompor.”
“Ya, sudah. Tidak apa-apa kok. Yuk, kita membeli bahan kue lagi. Masih ada waktu kok, sebelum Ayah dan Ibu pulang.”
Lipi mengangguk.
Hari minggu ini, Lipi dan Pili berencana membuat kue bolu cokelat panggang untuk Ibu, sebagai hadiah ulang tahun. Makanya sejak pagi mereka sibuk di dapur. Ayah dan Ibu sedang pergi ke rumah Paman Kilu, adik Ibu.
Lipi dan Pili segera menuju toko Pak Hud di ujung desa. Bruk... Tiba-tiba Lipi dan Pili mendengar sesuatu, saat melewati kebun bunga Nenek Arita. Mereka bergegas melihat apa yang terjadi.
“Wah.. Nenek Arita terjatuh!” seru Pili sambil masuk ke kebun bunga dan membantu Nenek Arita berdiri. “Nenek tidak apa-apa?”
Nenek Arita menghapus keringat di dahinya. Iya, saya lelah sekali,” keluh Nenek Arita.
“Seharusnya Nenek beristirahat saja,” kata Lipi.
“Iya. Tetapi bunga-bunga di kebun harus segera dipetik. Sebentar lagi Pak Ron akan datang mengambil bunga untuk dijual di pasar.”
Pili menyenggol lipi. “Kita bantu Nenek Arita, yuk!”
Lipi terdiam sejenak. “Aduh...nanti kita telat membuatkan Ibu kue cokelat panggang.”
“Sebentar saja,” bujuk Pili.
Lipi akhirnya setuju. Ia dan Pili membantu Nenek Arita memotong bunga Lili. Ternyata bunga yang hendak dipanen banyak sekali. menjelang siang pekerjaan Lipi dan pili baru selesai.
“Wah.. Nenek Arita tertidur. Kita letakkan saja bunga-bunga Lili ini di teras,” kata Pili.
Setelah pekerjaan selesai, Lipi langsung menarik tangan Pili menuju toko  Pak Hud.
“Pak, kami ingin membeli bahan kue,” kata Lipi.
“Sayang sekali. tepung terigu baru saja habis. Nyonya Amelia memborong sekarung, karena besok ada pesta kecil di rumahnya,” kata Pak Hud.
Lipi langsung kecewa. “Aduh bagaimana ini, Pi?” semua gara-gara kamu yang membatu Nenek Arita.”
“Ya, mau bagaimana lagi. Masa kamu tega melihat Nenek Arita,” bela Pili.
Lipi berjalan pulang. Pili mengikuti langkah Lipi. Sepanjang perjalanan Lipi diam saja. Ia kesal sekali pada Pili.
“Lipi, Pili... ayo kemari!” panggil Nenek Arita saat Lipi dan Pili melintas di depan rumahnya.
Uh, pasti Nenek Arita meminta bantuan lagi, gumam Lipi kesal. Wajahnya langsung cemberut.
Lipi ingin berjalan pulang, tetapi Pili sudah menarik tangannya untuk menghampiri Nenek Arita yang berdiri di depan rumahnya.
“Nenek sudah sehat?” tanya Pili.
“Iya, Nenek tadi tertidur. Maaf ya, kalian pulang saat Nenek tidur. Padahal kalian sudah membantu Nenek.”
“Tidak apa-apa, Nek. Kami memang harus segera ke toko Pak Hud membeli bahan kue.”
“Oh ya. kalian ingin membuat apa?” tanya Nenek Arita.
Pili segera menceritakan pada Nenek Arita.
“Aduh, kasihan sekali. Gara-gara Nenek, kalian kehabisan tepung terigu. Ehm tapi Nenek ada akal. Ayo masuk!” nenek Arita membuka pintu lebih lebar.
Pili segera mengikuti Nenek Arita, sedangkan Lipi di luar saja.
“Lipi, ayo masuk!” ajak Pili.
“Uh.. pasti Nenek Arita ingin meminta bantuan kita lagi,” keluh lipi.
Lipi dan Pili menyusul Nenek Arita di dapur. Nenek Arita segera membuka lemari dapurnya. Ia mengeluarkan terigu, mentega, telur, cokelat.
“Nenek mau membuat kue?” tanya Lipi.
Nenek Arita mengangguk. “Iya, kue untuk Ibu kalian.”
“Betulkah, Nek?” tanya Lipi tidak percaya. Wajahnya langsung ceria.
“Iya, kalian kan, sudah membantu nenek. Kalian mau membantu nenek membuat kue kan?”
“Mau, Nek!” jawab Lipi dan Pili kompak.
Lipi membantu mengocok telur, sedangkan Pili membantu mengolesi margarin. Sebentar saja kue cokelat panggag sudah jadi.
“Wah... harumnya, Nek.” Puji Lipi
“Pulanglah, Ibu kalian pasti sudah menunggu.”
Setelah mengucapkan terima kasih, Lipi dan Pili pulang dengan gembira.
“Untung ada Nenek Arita ya, Pi. Kita bisa memberikan kue cokelat panggang untuk Ibu,” kata Lipi gembira.
“Iya dan dijamin rasanya enak dan tidak gosong,” goda Pili.
“Ah... Pili,” pipi Lipi bersemu merah.

Minggu, 15 Januari 2017

Negeri Para Raksasa | Dongeng Anak Terbaru






Negeri Para Raksasa - Pada zaman dahulu ketika umur bumi masih muda,terjadi peperangan dan kekacauan di mana-mana. Para kerajaan saling berperang untuk memperebutkan wilayah dan melebarkan kekuasaan.



Maka pada masa itu,dunia di dominasi dua kerajaan besar yang sama-sama kuat.Kerajaan Eutopia yang di pimpin oleh raja alexander yang bijak,dan kerajaan Theodore yang di pimpin oleh raja zuma

Sabtu, 14 Januari 2017

Dongeng Singa dan Tikus | Dongeng Anak Terbaru




Dongeng Singa dan Tikus – Pada suatu hari, ada seekor tikus kecil yang
sedang asik mencari makan. Saking asiknya, dia tak sadar bahwa dia sudah
berjalan terlalu jauh dari rumahnya hingga masuk ke dalam hutan yang cukup
lebat. Sadar akan hal itu, si Tikus pun segera bergegas mencari jalan untuk
pulang, tapi nasibnya sungguh malang, dia malah tersesat lebih jauh lagi ke
dalam hutan. Lama dia

Kamis, 12 Januari 2017

Lima Langkah-langkah Menulis Cerita Anak

Ilustrasi : Lily Zhai

Salam, Teman-teman Rumah Kurcaci Pos...
Siapa yang suka menulis cerita anak? Toss dulu, deh. Berarti sama dong, dengan Kurcaci Pos. Kalau teman-teman suka menulis cerita apa? Cerpen, dongeng, fabel, atau yang lainnya?
Nah, kali ini Kurcaci Pos mau berbagi tips cara menulis cerita anak. Langkah-langkah Kurcaci Pos setiap menulis cerita anak. Yuk disimak saja tipsnya.

1.      Ide Cerita
Ide cerita harus ada saat kita ingin menulis sebuah cerita. Kalau tidak ada ide, apa yang mau ditulis? Hehehe. Nah, ide itu ada di mana saja, bisa di dapat kapan saja, bahkan sudah ada di depan mata kita. Jadi tinggal kita jeli menangkapnya.

2.      Tentukan Konflik
Setelah mendapatkan ide, maka kurcaci pos akan langsung menentukan konflik cerita. Ini sangat perlu, lho. Konflik cerita harus ada dalam setiap cerita. Karena konflik itulah yang akan diselesaikan dalam cerita. Tanpa konflik, maka cerita akan lurus dan datar. Seperti membaca sebuah buku harian saja.

3.      Tokoh Cerita
Ide dan konflik sudah ada. Selanjutnya, tentukan tokohnya. Jadi Kurcaci Pos selalu menyesuaikan tokoh dengan konfliknya. Biar ceritanya semakin menarik. Nah, tokoh dalam cerita minimal 3. Jangan 2, apalagi 1 tokoh. Dijamin ceritanya akan monoton. Tokoh-tokoh inilah yang akan menyampaikan isi cerita kita.

4.      Ending Cerita
Langkah selanjutnya, Kurcaci Pos akan menentukan Ending cerita dulu. Kok ending cerita dulu, bukan alur cerita?
Jadi menurut kurcaci Pos, akan lebih mudah memnyusun alur, kalau kita sudah tahu endingnya. Ibaratnya, kalau kita sudah menentukan tempat yang akan kita tuju, maka akan lebih mudah memikirkan bagaimana kita bisa sampai ke tempat tujuan itu.

5.      Alur Cerita
Ide, konflik, tokoh, dan ending sudah siap. Saatnya Kurcaci Pos menyusun alur sesuai endingnya. Kurcaci Pos suka menulis alur yang berliku-liku. Maksudnya tokohnya tidak mudah mendapatkan apa yang dia inginkan, atau tidak mudah selesai masalahnya.

           Nah, demikian tips menulis cerita dari Kurcaci Pos. Ini hanya patokan dasar saja, ya. nanti saat Sahabat Kurcacies terus menulis, maka akan sendirinya akan berproses. Maka saat menulis, tidak selamanya dimulai dari ide dulu. Bisa dapat tokohnya duluan, konfliknya duluan, endingnya duluan, bahkan alurnya duluan, termasuk pesan moralnya. Jadi tinggal dikembangkan saja.
Salam semangat menulis...

Kurcaci Pos

Jejak-jejak Menulis Bambang Irwanto

Selasa, 10 Januari 2017

Tentang Wali Songo dalam Menyebarkan Agama Islam di Tanah Jawa



Wali songo

Wali Songo memiliki arti yaitu Sembilan wali, sembilan wali yang diyakini sebagai para tokoh penyebar agama Islam di pulau jawa pada abad ke 14 Masehi. Dengan hadirnya era Wali Songo ini maka berakhirlah era Hindu Budha yang sebelumnya menguasai Nusantara dan digantikan dengan adanya agama Islam.

Terdapat tokoh-tokoh lain yang berperan menyebarkan agama Islam di Nusantara, namun ke

Minggu, 08 Januari 2017

Taman Bunga Nyonya Stela

Dimuat di Majalah Bobo


   Taman Bunga Nyonya Stela
Oleh: Agnes Dessyana

Nyonya Stela memiliki taman bunga yang sangat indah. Berbagai macam bunga bermekaran di sana. Ada mawar merah, anggrek putih, bunga matahari, serta anyelir. Hal yang paling dibanggakan oleh Nyonya Stela adalah jam bunga yang dimilikinya. Bunga-bunga yang memiliki waktu bermekaran berbeda-beda sehingga menunjukkan waktu.
Bunga Morning Glory yang mekar sekitar pukul lima pagi dan menutup pada pukul 12 siang. Bunga Dandelion yang mekar pada pukul tujuh pagi dan menutup pukul delapan malam. Serta, bunga pukul empat yang seperti namanya, mekar pada pukul empat sore dan menutup ketika menjelang pagi.
Nyonya Stela sangat menyayangi taman bunga miliknya. Ia sangat senang mendengar pujian dari para teman mengenai kehebatannya merawat taman bunga.
Suatu hari saat sedang mencabuti rumput liar, seorang gadis kecil melintas di depan rumahnya. Seperti biasa, Nyonya Stela dapat melihat kekaguman gadis kecil itu dengan bunga-bunga yang ada di tamannya.
Nyonya Stela merasa sangat bangga. Tapi, betapa terkejutnya dirinya ketika melihat gadis kecil itu mencabuti beberapa bunga yang ada di tamannya.
“Apa yang kamu lakukan?” teriak Nyonya Stela setengah berteriak.
Gadis kecil itu terkejut dan segera berlari sambil membawa dandelion yang dipetiknya. Nyonya Stela menghela napas.
“Dasar anak nakal.”
Kejadian itu terus terulang selama beberapa hari. Nyonya Stela selalu mendapati beberapa bunga di tamannya rusak dan hilang. Beberapa kali pula, Nyonya Stela hampir menangkap gadis kecil yang mengambil bunganya. Namun, gadis kecil itu selalu bisa kabur dan berlari cepat meninggalkan Nyonya Stela.
Lama kelamaan, Nyonya Stela pun kesal. Ia pun menyusun suatu rencana untuk menangkap gadis kecil perusak bunganya
Keesokan harinya, Nyonya Stela bangun setengah jam lebih cepat. Ia menunggu kedatangan gadis kecil itu di balik semak-semak. Saat gadis kecil itu datang dan mulai mencabut bunga miliknya, Nyonya Stela menangkap tangannya.
“Kamu tertangkap,” ucap Nyonya Stela dengan wajah marah. “Mengapa kamu mencabut dan memetik bunga-bunga di taman ini?”
Gadis kecil itu terkejut dan justru menangis. Nyonya Stela pun kebingungan. Akhirnya, Nyonya Stela mengajak gadis kecil itu masuk kerumahnya.
Nyonya Stela membiarkan gadis kecil itu duduk di sofa dan memberikannya susu hangat. Nyonya Stela menunggu gadis kecil itu berhenti menangis.
“Maafkan aku,” isak gadis kecil itu. “Aku tidak bermaksud untuk merusak bunga-bunga ini.”
“Namamu siapa?”
“Aku Meidy,” jawab gadis kecil itu.
“Meidy, kenapa kamu mencabuti bunga-bunga di taman ini. Apakah kamu tidak tahu bahwa mencabut paksa bunga bisa merusak tanaman di sekitarnya?”
Meidy menggeleng.
Nyonya Stela menghela napas. “Baiklah, kamu kumaafkan.”
“Terima kasih Nyonya,” ucap Meidy dengan suara kecil. “Bolehkah aku meminta beberapa bunga di tamanmu?”
“Tidak bisakah kamu membelinya di toko bunga?” tanya Nyonya Stela penasaran.
“Harga bunga sangat mahal. Aku tidak punya uang.”
“Kenapa kamu membutuhkan bunga-bunga?”
Meidy kemudian menangis lagi. Meidy bercerita bahwa ibunya sangat menyukai bunga. Maka dari itu, ia pun mencari bunga untuk dibawakan pada ibunya yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit.
Nyonya Stela merasa iba mendengar itu. Tapi, perbuatan Meidy juga salah karena sudah merusak dan mencuri bunga tanpa ijin. Akhirnya, setelah berpikir, Nyonya Stela mendapat jalan keluar.
“Baiklah, kamu bisa mengambil bunga disini, tapi dengan syarat.”
“Syarat?”
Nyonya Stela tersenyum dan kemudian memberitahukan syaratnya pada Meidy. Meidy pun tersenyum dan mengangguk.
Syarat yang diberikan oleh Nyonya Stela adalah agar Meidy membantunya untuk merawat taman bunga miliknya. Sebagai imbalan, Meidy akan diberikan satu bunga setiap hari. Meidy pun setuju dan merasa senang.
Selama seminggu, Nyonya Stela dibantu oleh Meidy. Nyonya Stela sangat senang dengan kerja Meidy.
Pada suatu pagi, Meidy datang terlambat. Nyonya Stela keheranan, tapi tetap menunggu kedatangan Meidy.
“Nyonya Stela,” teriak Meidy sambil memeluk Nyonya Stela.
“Meidy? Akhirnya kamu datang juga,” balas Nyonya Stela. “Apa yang membuatmu terlambat?”
Meidy tersenyum. “Itu karena aku harus menjemput ibuku dulu sebelum kemari.”
“Selamat pagi, Nyonya Stela,” sapa seorang wanita cantik. “Aku Nyonya Marie. Terima kasih telah menjaga Meidy selama ini.”
Nyonya Stela menggeleng. “Tidak, aku tidak berbuat apapun.”
“Meidy menceritakan semuanya pada saya,” senyum Nonya Marie. “Mengenai bunga-bunga yang ada di taman anda dan bagaimana anda mengajarinya tentang tanaman. Saya bersyukur anda membiarkan Meidy ikut membantu anda.”
“Mengapa?” tanya Nyonya Stela kebingungan.
“Sebab, semenjak saya masuk rumah sakit, Meidy terlihat kesepian,” ucap Nyonya Marie. “Tapi, sejak seminggu yang lalu, Meidy kembali ceria dan bersemangat. Ini semua berkat bantuan anda dan taman bunga indah ini.
Nyonya Stela hanya tersipu malu.
“Nyonya Stela, aku masih boleh untuk membantumu di sini?” tanya Meidy.
Nyonya Stela mengangguk. Meidy memeluk Nyonya Stela, senang karena bisa tetap belajar mengenai tanaman. Sementara, Nyonya Stela merasa senang bahwa taman bunga miliknya bukan saja indah tapi juga bisa membuat seorang anak ceria.

Jumat, 06 Januari 2017

Bantal Flahancharda Puteri Asya

Dimuat di Majalah Bobo

                  Bantal Flahancharda Puteri Asya 

                                      Oleh : Rini Lasman

Puteri Asya menghela napas panjang sambil memainkan bantal biru di pangkuannya. Ini yang paling tidak ia sukai setiap kali mengikuti acara menginap bersama.
“Sudah lihat gaun barukuuntuk pesta minum teh besok?” tanya Puteri Karmila menunjuk sebuah gaun kuning di pintu lemari.
“Lihat mahkota baruku deh,” Puteri Karmila membuka kotak mahkotanya.
“Ah, masih kalah dengan ini!” seru Puteri Hilda menunjuk selimut tidur berwarna emas miliknya.Puteri Asya menggelengkan kepala melihat kelakuan ketiga sahabatnya itu.
“Eh, kita cerita hantu yuk seperti dulu. Pasti seru!” usul Puteri Asya.
“Malas ah,” tolak Puteri Princi diikuti anggukan Puteri Hilda dan Puteri Karmila.
“Kalau begitu main rias wajah saja. Bagaimana?” usul Puteri Asya. “Atau rias rambut?”
Ketiga puteri itu menggeleng cepat.
“Eh sudah lihat bantal bulu angsaku yang baru? Sarungnya terbuat dari kain sutra yang lembut, ”kata Puteri Princi seraya mencari bantalnya.
Tiba-tiba, Puteri Asya berseru, “Pasti tak bisa menandingi bantalku ini!” Ia menunjukkan bantal biru ditangannya. “Ini bantal bulu burung Flahancharda.”
“Flacan,…Flahan,… Aku belum pernah dengar,” kata Puteri Karmila mengerutkan kening.
“Apa istimewanya?” tanya Puteri Princi.
“Flahancharda adalahsejenis burung eksotis yang memiliki bulu-bulu yang lembut,”ujar Puteri Asya. “Burung itu tinggal didaerah puncak gunung yang tinggi danjarang dikunjungi manusia. Bantal Flahancharda bisa membuat tidur lebih nyenyak lo,” kata Puteri Asya lagi.
“Aku pesan dong,” kata Puteri Hilda.
“Aku juga!” ucap Puteri Karmila.
Puteri Asya langsung menggeleng cepat. “Sangat sulit menemukan burung Flahancharda ini. Pasukan kerajaanku butuh waktu berhari-hari untuk menemukan kumpulan Flahancharda. Ini satu-satunya bantal Flahancharda di dunia.”
Mendengar itu, ketiga puteri tampak kecewa. Mereka ingin sekali memiliki bantal unik itu itu.
Puteri Asya tersenyum puas melihat wajah penasaran ketiga temannya.“Oahhhm,… aku mengantuk sekali. Kita tidur yuk.” Puteri Asya langsung menarik selimut.
Keesokan paginya…
“Selamat pagiii!” seru Puteri Asya. “Ayo, bangun! Bangun!” Puteri Asya langsung turun dari tempat tidurnya.
Di saat itu, Puteri Princi segera mengambil bantal Flahancharda Puteri Asya.
“Wah, bantalnya benar-benar lembuuut,” kata Puteri Princi.
“Kan sudah kubilang. Ayo kembalikan,” kata Puteri Asya.
“Lempar ke aku, Princi!” seru Puteri Hilda. Puteri Princi melempar bantal itukearah Puteri Hilda yang berdiri di dekat jendela. Tetapi… Puteri Princiterlalu bersemangat melemparnya.
“Oh tidak!” pekik Puteri Hilda, Puteri Karmila dan Puteri Princi.
Bantal itu terlempar sampai keluar jendela dan jatuh ke dalam kolam angsa.
BYUUUR!
Sesaat Puteri Asya terdiam memandangi bantalnya yang mengapung di kolam angsa. Beberapa angsa mematuk-matuk dan memainkannya kesana-sini.
“Maafkan kami, Asya,” ujar Puteri Hilda menyesal.
“Aku ganti deh, Asya. Kamu mau bantal apa? Bantal dengan benang emas?” kata Puteri Princi.
Puteri Asyaterdiam sejenak.Sesaat kemudian sesuatu yang aneh terjadi. Puteri Asya malah tertawa geli sampai air matanya keluar.
Puteri Princi memegang kening Puteri Asya.“Apa kau baik-baik saja, Sya?” ujarnya.Puteri Princi khawatir melihat Puteri Asya yang tak berhenti tertawa. “Begini saja. Minta pasukan kerajaanmu menggambar peta tempat burung Flanacharda tinggal nanti kusuruh pasukan ayahku mencarinya!”
Puteri Asya menghapus air matanya. “Dicari ke pelosok dunia manapunpasukan ayahmu tak akan pernah menemukan burung Flahancharda.”
“Maksudmu,mereka sudah punah?” tanya Puteri Karmila bingung.
Puteri Asya memandang ketiga sahabatnya lalu tersenyum. “Burung Flahancharda itu hanya karanganku saja. Bantal biruku itu hanya bantal kapuk biasa.Sarung bantal beludrunya hasil jahitanku sendiri.”
“Hah?” Puteri Princi, Puteri Karmila dan Puteri Hilda terkejut.
“Habis aku sebal. Setiap kali kita bertemu, kalian hanya menghabiskan waktu memamerkan barang yang kalian punya. Jadi aku mengarang saja itu bantal Flahancharda.Biar kalian penasaran,” kata Puteri Asya.“Aku selalu menunggu-nunggu acara menginap bersama ini.Sejak kita kecil, aku suka acara inikarena seru dan kita bisa bersama.Bukan karena aku mau melihat kalian punya barang baru apa.Atau, mahkota siapa yang lebih banyak permatanya,” sambung Puteri Asya.
Puteri Karmila, Puteri Princi dan Puteri Hilda memandang Puteri Asya terdiam, menyadari kesalahan mereka.Mereka memang selalupamer gaun, sepatu kaca, mahkota, tas pesta, sampai selimut tidur.Padahal, di saat berkumpul, waktunya lebih baik dipakai untuk bertukar kabar dan bercerita.
“Peluk Asya bareng-bareng,” komandoPuteri Karmila tiba-tiba. Puteri Asya langsung diserbu ketiga temannya.
“Aduh, aku enggak bisa napas!” seru Puteri Asya yang diikuti gelak tawa mereka bersama.
Puteri Asya lega, karena ada bantal burung Flahancharda karangannya, berhasil menyadarkan ketiga temannya.
ŸŸŸ