Ilustrasi : Diani Hapsari |
Kembar Juga Berbeda
Bambang Irwanto
Pili dan Lipi baru saja melangkah memasuki halaman sekolah kurcaci. Tiba-tiba Lala kurcaci berlari menghampiri mereka. Lala sampai terengah-engah.
“Pili, ayo ikut aku!” ajak Lala bersemangat.
“Ada apa, La?” tanya Pili. Tidak biasanya Lala bersemangat seperti itu.
“Ayo!” Lala malah menarik tangan Pili. Lipi mengikuti Lala dan Pili.
Ternyata Lala mengajak Pili menuju majalah dinding sekolah. “Coba Lihat pengumuman ini!” tunjuk Lala.
Pili segera membaca pengumuman itu. “Wah... aku menang lomba baca puisi!” sorak Pili sambil meloncat-loncat kegirangan.
“Selamat ya, Pili! Kamu hebat!” puji Lala sambil menjabat tangan Pili.
“Wah, aku tidak menang,” ucap Lipi kecewa. Kemarin ia juga ikut lomba baca puisi bersama Pili.
Tidak berapa lama teman-teman lain ikut memberi selamat pada Pili. Tentu saja Pili senang sekali. Sedangkan Lipi hanya terdiam di samping Pili.
“Lipi, kamu kok tidak bisa baca puisi sebagus Pili?” tanya Sashi.
Lipi terkejut dengan pertanyaan Sashi. “Eh, aku bisa kok. Hanya tidak sebagus Pili,” jawab Lipi agak kesal.
“Kok bisa begitu? Kalian kan kembar?” tanya Merry.
Pili hendak menjawab, tapi bel emas berbentuk jamur sudah berbunyi. Lipi, Pili dan teman-teman lain segera masuk kelas. Di kejauhan tampak Bu Guru Milika menuju kelas.
Begitulah, sepanjang hari itu teman-teman terus membicarakan kehebatan Pili yang menang lomba baca puisi. Mereka juga tidak henti-hentinya membandingkan antara Pili dan Lipi. Tentu saja Lipi semakin kesal.
“Kamu kok cemberut terus, Lip?” tanya Pili saat meraka pulang sekolah bersama.
“Aku kesal, Pil! Teman-teman selalu membanding-bandingkan kita. Aku kan tidak bisa baca puisi sebagus kamu,” jawab Lipi.
Pili mengangguk. Walau begitu, Lipi sudah berlatih keras juga waktu ikut lomba baca puisi.
Sehabis makan siang, Lipi mengurung diri dalam kamar. Lipi pasti masih memikirkan kejadian di sekolah tadi. Pili ikut sedih. Ia berpikir mencari cara menghibur Lipi.
“Lipi, majalah anak kurcaci terbaru sudah datang. Kamu boleh kok membaca duluan,” kata Pili.
“Tidak usah, Pil. Kamu baca aja duluan,” jawab Lipi dari dalam kamar.
Ehm, apa yang harus aku lakukan untuk menghibur Lipi, ya? pikir Pili sambil membuka-buka halaman majalah Anak Kurcaci.
Ah... ini dia. Aku tahu, Mata Pili berbinar saat membuka halaman 20. Kini ia tahu cara menghibur Lipi. Lipi pasti senang, gumam Pili dalam hati.
Esok harinya, ternyata Lipi masih sedih. Sepanjang perjalanan ke sekolah, ia diam saja.
“Sudah dong, Lip! Jangan sedih terus,” hibur Pili.
“Iya, Pil. Aku masih sedih, karena aku tidak bisa sehebat kamu membaca puisi. Kita kan kembar.”
Pili hanya tersenyum. “Ehm, sebentar lagi kamu juga akan senang, Lip!”
“Maksud kamu apa, Pil?” tanya Lipi heran.
Pili tidak menjawab. Ia malah mempercepat langkahnya agar segara sampai di sekolah.
Akhirnya Lipi dan Pili sampai di sekolah. Pili sengaja menunggu teman-teman berdatangan dulu.
“Teman-teman.. aku punya kabar gembira,” teriak Pili.Semua teman-teman menoleh heran kepada Pili.
“Berita apa, Pili?” teman-teman berlomba bertanya ingin tahu.
“Gambar Lipi dimuat di majalah Anak Kurcaci edisi terbaru,” jawab Pili.
“Wah.. hebat. Pasti gambar Lipi bagus sekali,” kata Carla.
Pili lalu mengeluarkan majalah Anak Kurcaci dari tasnya. Teman-teman berebut ingin melihat. Mereka semua memuji gambar Lipi.
“Jadi gambarku dimuat, Pil?” tanya Lipi tidak percaya.
Pili mengangguk. “Iya, gambar yang kamu kirim sebulan lalu,” jawan Pili.
“Wah, Lipi hebat. Aku saja berulang kali kirim gambar belum dimuat,” kata Dibo.
“Kamu juga bisa menggambar sebagus gambar Lipi, Pil?” tanya Merry pada Pili.
“Tentu saja tidak bisa,” jawab Pili.
“Kok tidak bisa, Kalian kan kembar?”
“Walau kami kembar, tapi kemampuan kami berbeda. Aku hebat baca puisi, Lipi hebat menggambar,” Pili menjelaskan.
Semua mengangguk setuju dan mengerti.
Lipi tersipu malu. Seharusnya ia tidak perlu iri dan sedih dengan kehebatan Pili baca puisi, karena ia juga punya kehebatan sendiri.
“Lip, bengong saja,” Pili menyenggol lengan kanan Lipi. “Jangan lupa, besok traktir aku bolu cokelat panggang, ya!”
Lipi tertawa. “Sip! Spesial dua untukmu,” Lipi mengedipkan mata kanannya pada Pili.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar