Sabtu, 31 Desember 2016

Rahasia Arumi



Dimuat di Majalah Bobo 


              Rahasia Arumi 
                                                                 Oleh : Ruri Irawati
Sudah dua hari ini, Farah bingung sekali. Sejak ia memberikan kado ulang tahun untuk Arumi, sahabat barunya, sikap Arum jadi berubah. Arum seakan sengaja menghindarinya. Tapi Farah tak tahu apa salahnya. Hmm… apakah mungkin karena kado celengan ayam itu ya, pikir Farah.
Arumi Putri adalah siswi pindahan ke sekolah Farah sejak sebulan yang lalu. Pertama kali dia muncul di sekolah, dia sudah mencuri perhatian teman-teman satu sekolah. Arumi datang ke sekolah dengan diantar mobil mewah. Sepatunya hitam mengkilap. Rambut dan kulitnya pun tak kalah berkilau. Cantik dan terawat. Ia begitu sempurna seperti seorang putri.
***
“Arum, kamu marah ya dengan kado celengan ayam yang murah itu?” Farah mendekati Arumi dan bertanya pelan. Hari ini Farah memutuskan untuk berbicara dengan Arumi. Ia tak tahan dijauhi oleh sahabatnya tanpa tahu alasannya.
“Maaf ya, kalau kamu nggak suka, kamu boleh kembalikan ke aku,” lanjut Farah. Arum hanya terdiam. “Tapi kita berteman lagi ya,” ajak Farah berbaikan. Perlahan Arum mulai menengok ke arah Farah dan menggeleng.
“Bukan Far, bukan karena kado yang murah. Tapi karena ada sesuatu yang belum bisa aku ceritakan sama kamu,” jawab Arum membuat Farah heran. “Aku ingin ceritakan sejak pertama kita kenalan, tapi belum berani,” lanjut Arumi.
“Cerita apa?” kali ini Farah yang penasaran.
“Nanti kamu pulang sekolah bareng aku ya. Ada yang ingin aku tunjukkan ke kamu,” jawab Arumi. Ah… Farah semakin dibuat penasaran.
“Kita berteman lagi, kan?” tanya Farah sambil tersenyum. Arumi merangkulnya sambil tersenyum
“Kita, kan, tak pernah bermusuhan!”
***
Tak seperti biasanya, pulang sekolah ini Farah ikut duduk di samping Arumi di dalam mobil mewahnya. Hati Farah bertanya-tanya, kemanakah tujuan mereka.
“Aku ingin nunjukkan rumahku ke kamu, Far,” tiba-tiba Arumi berkata menjawab pertanyaan Farah yang tak terucap.
“Rumahmu? Aku kan sudah tahu dimana rumahmu, Rum,” jawab Farah. Hatinya sedikit kecewa. Apa Arumi mau memamerkan isi rumahnya kepadaku? Pasti karena celengan ayam murah itu. Mungkin Arumi ingin menunjukkan kalau celengan ayam itu tak pantas berada di rumahnya yang isinya serba mahal. Huh… Farah menghembuskan napas kesal sambil menatap jalan dari jendela mobil di sampingnya. Namun, tunggu dulu, ini bukan jalan ke arah komplek mewah perumahan Arumi! Farah semakin bingung.
“Mau kemana kita, Rum?” tanya Farah lagi, memastikan.
“Tenang, Far, sebentar lagi kita sampai,” jawab Arumi sambil tersenyum.
Tak lama mobil berhenti di pinggir jalan. Arumi mengajak Farah turun dan menggandengnya memasuki gang kecil yang diapit rumah-rumah kecil saling berdempetan. Seribu pertanyaan di kepala Farah. Sampai akhirnya Arumi mengetuk pintu sebuah rumah kecil dan sempit.
Seseorang membuka pintu dari dalam. Farah kaget, ia mengenalinya! Bapak penjual celengan ayam, teriak Farah dalam hati. Farah membeli celengan ayam untuk Arumi dari bapak itu. Belum hilang kekagetan Farah, tiba-tiba Arumi mencium tangan si Bapak dan mengucapkan salam.
“Pak, ini temanku di sekolah. Farah namanya,” kata Arumi, “Farah, kenalkan ini bapakku, pengrajin dan penjual celengan ayam,” lanjutnya. Farah mencoba mengerti apa yang dikatakan Arumi.
“Ayo, masuk dulu. Sepertinya temanmu masih bingung, Arum,” ajak Bapak Arum. Segera Arumi memasuki rumah yang sempit itu diikuti dengan Farah. Farah memperhatikan isi ruangan yang penuh dengan celengan-celengan ayam yang siap untuk dijual. Tampak foto Arumi kecil yang diapit oleh bapak ibunya tergantung di dinding yang kusam.
“Silakan duduk, Farah. Maaf ya, rumah Bapak sempit. Bapak ambilkan minum dulu ya,” kata Bapak Arum dengan senyum ramah. Farah menganguk sopan.
“Pasti kamu bingung kan, kalau bapakku penjual celengan ayam?” tanya Arumi bercanda. Farah mengangguk menunggu penjelasan Arumi.
“Kuceritakan ya … Ini adalah rumah bapak dan ibu kandungku, Farah. Aku lahir dari keluarga sederhana. Ibuku meninggal 6 tahun yang lalu karena kecelakaan lalu lintas. Sejak itu aku diadopsi oleh Papa Mama yang sekarang. Papaku teman baik Bapak. Mereka baik dan mengajak aku tinggal di rumah mereka. Agar punya kamar sendiri dan belajar dengan baik. Kebetulan, Papa Mama tidak punya anak. Aku dirawat seperti anak Papa Mama sendiri,” Arumi bercerita panjang. “Sementara, Bapak ingin tetap tinggal di rumah ini. Aku diizinkan menengok Bapak kapanpun aku mau. Aku juga sering menginap di sini,” lanjutnya.
“Oh … begitu,”  kata Farah, mulai paham.
“Nah, aku kaget sekali saat kamu memberiku kado celengan ayam. Aku pikir, kamu tahu tentang rahasiaku. Aku takut kamu tak mau berteman lagi denganku,” lanjut Arumi.
“Bagaimana mungkin?” tanya Farah Bingung.
“Di sekolah yang dulu aku sempat punya sahabat. Dia menjauhiku ketika tahu aku hanya anak seorang penjual celengan ayam,” jelas Arumi lagi, “Aku berharap bisa tetap jadi temanmu, walaupun kamu tahu keadaanku, Far,” kata Arum pelan.
“Tentu saja Arum! Kau adalah sahabatku terbaik, tak peduli apa pekerjaan Bapakmu,” seru Farah sambil memeluk sahabatnya.
Ah… leganya hati Farah.  Masalah celengan ayam tak akan memisahkan persahabatan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar