Sabtu, 04 Maret 2017

Keluh Kesah Nona Cilla


Dimuat di majalah Bobo


                                                     Keluh Kesah Nona Cilla 
                                                                 Oleh : Noasana
Tak ada yang mau menyapa Nona Cilla, meski hanya sekedar basa-basi. Bukan karena Nona Cilla angkuh atau tak ramah. Hanya saja, setiap kali disapa, Nona Cilla akan menanggapi dengan keluh kesah.
Tiga minggu yang lalu, Tuan Hank yang terburu-buru, menyapanya. Nona Cilla sedang merawat tanamannya.
“Selamat pagi, Nona Cilla!”
“Apa maksud Anda, Tuan Hank?” Nona Cilla meletakkan alat penyiram bunganya. “Anda bangun jam berapa? Saya saja sudah bangun sejak sebelum ayam jantan berkokok. Padahal semalaman saya susah tidur, gara-gara obat nyamuk yang saya beli di toko Tuan Kimo tidak bagus kualitasnya.”
Mau tak mau, Tuan Hank berhenti mendengarkan keluh kesah Nona Cilla.
“Lihatlah jam tangan Anda, jam berapa sekarang?” tanya Nona Cilla ketus.
Tuan Hank melirik pergelangan tangannya. “Wah, sudah hampir jam delapan!” Tuan Hank panik dan bergegas pergi. Bisa-bisa dia terlambat tiba di kantor.
Suatu sore, Nyonya Vera hendak ke bandara. Nyonya Vera berencana pergi ke luar negeri mengurusi bisnisnya.
“Wah, rajin sekali, Nona Cilla!” Nyonya Vera menyapa Nona Cilla yang sedang memotong rumput.
Nona Cilla mendongak dan meletakkan gunting rumputnya. “Anda tahu tidak, Nyonya Vera? Saya menyesal menanam rumput peking. Semua gara-gara Tuan Jack, dia membujuk saya membeli rumput pekingnya dengan harga murah. Ternyata, begini hasilnya. Saya harus rajin-rajin memangkas dan mencabut tanaman liar yang tumbuh diantara rumput. Harusnya saya membeli rumput gajah mini. Biar pun harganya lebih mahal, tapi hasilnya lebih bagus.” Nona Cilla menggerutu.
Nyonya Vera jadi tak enak hati. Padahal, dia hanya ingin menyapa sebagai tetangga, tapi malah mendengar keluhan Nona Cilla. Nyonya Vera semakin tak enak hati karena Tuan Jack adalah penjual bunga langganannya.
“Tapi, bukannya Tuan Jack orang yang ahli pertamanan, Nona Cilla?” Nyonya Vera merasa perlu membela Tuan Jack. “Mungkin Tuan Jack menyesuaikan kondisi tanah di taman Nona Cilla. Atau disesuaikan dengan model rumah Nona Cilla.”
“Huuhh…” Nona Cilla mendengus. “Pasti bukan karena itu. Tuan Jack menganggap aku tidak punya cukup uang untuk membeli rumput gajah mini.”
Nyonya Vera kehabisan akal. Tak ada gunanya berdebat dengan Nona Cilla. Dia selalu berprasangka buruk kepada orang lain. Dan yang lebih penting, sekarang sudah jam…
“Oohh, aku bisa ketinggalan pesawat!” Nyonya Vera melihat jam tangan mewahnya.

“Sudah seminggu ini, tak ada orang yang lewat depan rumah,” gumam Nona Cilla suatu sore. “Sepertinya semua orang menghindar supaya tidak melewati depan rumahku,” batin Nona Cilla.
Nona Cilla merenung, mengingat kembali apa yang telah dilakukannya kepada orang-orang. Tuan Kimo, Tuan Hank, Nyonya Vera, Tuan Jack, Bibi Lina yang kemarin harus kena marah majikannya karena terlalu lama mendengarkan keluh kesahnya.
Nona Cilla menghela napas. “Aku tidak bermaksud membuat kesal orang-orang,” gumamnya.
Sebenarnya Nona Cilla hanya butuh ada orang yang mendengarkan keluh kesahnya. Ah, kalau saja Nona Rose masih di sini. Nona Rose adalah sahabat Nona Cilla. Hanya Nona Rose satu-satunya orang yang memahami watak Nona Cilla. Sebulan yang lalu, Nona Rose harus pergi jauh karena dipindah tugas.
Nona Cilla terisak. Dia sangat merindukan Nona Rose. Nona Cilla membuka lemari bukunya. Tangannya meraih sebuah benda yang terbungkus rapi. Benda itu kenang-kenangan dari Nona Rose. Karena kesedihan yang mendalam harus berpisah,  Nona Cilla belum membukanya.
“Apa, ini?” gumam Nona Cilla.
Sebuah buku tebal bersampul biru, warna kesukaan Nona Cilla. Ada gembok mungil berikut kuncinya. Juga ada pena biru yang unik. Nona Cilla membuka gembok dan membalik lembar pertama. Oh, ada tulisan Nona Rose untuknya…
“Nona Cilla, sahabatku. Aku tahu kamu butuh orang yang mau mendengarkan keluh kesahmu. Maaf, karena aku harus pergi. Buku diary ini sebagai ganti kehadiranku. Kamu bisa menulis apa saja yang kamu rasakan. Suatu saat, aku ingin membacanya bersamamu.”
Nona Cilla tersenyum haru. Kalau saja dia membuka kenang-kenangan dari Nona Rose sejak awal, tentu orang-orang tidak akan merasa kesal. Besok pagi, Nona Cilla akan meminta maaf kepada Tuan Kimo, Tuan Hank, Nyonya Vera, Tuan Jack, dan Bibi Lina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar