Senin, 27 Februari 2017

Ujian Akhir Fija


Dimuat di Kompas Anak


UJIAN AKHIR FIJA
*FiFadila*

Fija gemetaran memasuki area ujian praktek di pinggir sungai. Tubuhnya berkeringat dingin. Matanya serasa berbintang-bintang memusingkan. Ujian kali ini adalah praktek bekerja menggunakan belalai. Jantung Fija tak henti-hentinya berdebam tak tenang. Bisakah dia ujian tanpa salah?
Fija mengingat-ingat semua teori yang sudah dia pelajari. Dia sudah membaca tuntas buku tips 1001 lulus ujian akhir. Kepalanya terayun-ayun saat hafalan.Mata sipitnya sesekali ia pejamkan.
“Belalai gajah memiliki 50.000 otot. Fungsinya untuk menyedot air, mengangkat kayu berat, menjumput makanan. Cara menyedot air yang benar adalah…”
Fija begitu khawatir tidak lulus ujian akhir sekolah gajah. Jika tidak lulus, dia akan tinggal kelas. Keluarganya pun pasti kecewa.
Kreeek! Kreek! Kreek!
“Fija, stop!Lihat jalanmu!”teriak teman-teman Fija dari kejauhan.
Fija terkejut. Gara-gara menghafal, ia tidak konsentrasi. Alhasil, iajalan terlalu jauh sampai menyeberangi sungai. Celakanya, dia menginjak-injak bendungan keluarga berang-berang. Bendungan itu rusak parah karena injakan kakinya yang besar. Ranting dan pohon bendungan terbawa arus sungai yang deras. Keluarga berang-berang segera menyelamatkan diri ke tepi sungai.
Fija tercengang dengan tindakan yang dia lakukan. Dia cepat-cepat minta maaf pada Pak Beri berang-berang yang muncul dari air diikuti 10 anggota keluarganya.
Pak Beri menggeleng. Dia menunjuk jauh ke ujung sungai. “Aku lebih kuatir pada keluarga binatang yang tinggal di daerah muara. Rumah mereka pasti kebanjiran karena air sungai tiba-tiba meluap.”
“Astaga, aku harus memberitahu para binatang di daerah hilir.” Fija meniup belalainya keras-keras. Dia mengeluarkan bunyi terompet peringatan. Beberapa binatang terdekat cepat-cepat menyingkir dari tepi sungai.
Fija membayangkan keluarga binatang di daerah hilir kuyup karena banjir yang tiba-tiba. Dia tidak bisadiam saja. Bendungan baru harus segera dibangun.
Fija merobohkan dua batang pohon berukuran sedang. Dia memasang pohon melintang di tengah sungai. Dia juga memungut ranting-ranting pohon untuk menambal air yang masih deras. Fija sesekali menyedot air sungai dan menyemburkan ke dalam hutan. Dia berharap bisa mengurangi air yang membanjiri daerah hilir.
Keluarga berang-berang berenangmemasang ranting yang tidak bisa dicapai belalai gajah. Mereka terus bekerjasama membangun bendungan.Tak lama, aliran air sungai mengalir tenang seperti sedia kala.
Pak Beri menyalami belalai Fija sebagai ucapan terima kasih. Keluarga berang-berang sudah mendapat bendungan baru untuk mereka tinggali. Binatang di daerah hilir pasti juga sudah lega sungai tidak meluap lagi. Telinga lebar Fija melambai-lambai karena bangga. 
“Astaga, ujianku!” Fija menepok belalainya ke kepalanya yang botak.
Dia menoleh ke seberang sungai. Pak Harja, guru ujian praktek melotot padanya. Begitu juga sembilan teman-teman yang mengikuti ujian akhir. Mereka melongo melihat tragedi bendungan rusak tadi.
Fija segera menyeberang sungai dengan hati-hati. Dia mengingatkan dirinya untuk konsentrasi melihat jalan. Jika menginjak bendungan lagi, bisa-bisa dia tak jadi ujian.
“Kita pindah agak ke tengah hutan saja. Kasihan keluarga berang-berang terganggu ujian kita,” terompet Pak Harja saat Fija tiba di area ujian kembali.
Pak Harja memasuki hutan diikuti kesembilan temannya. Fija berusaha fokus mengikuti arah jalan mereka. Tidak lagi melamunkan isi buku-buku yang sudah dia pelajari sebelumnya.
Setelah menemukan tempat luas, ujian dimulai. Pak Harja memanggil semua murid satu persatu untuk ujian. Fija menunggu gilirannya dengan cemas.
Anehnya, Pak Harja tak jua memanggilnya. Bahkan sampai buku daftar presensi ditutup, namanya tidak disebut. Jangan-jangan dia melamun lagi waktu ujian tadi. Atau dia tidak diperbolehkan ujian karena kesalahan tadi pagi?
“Ehm, anu, Pak Harja. Saya belum dipanggil ujian?” Fija mendekati Pak Harja yang sudah mengemas barang-barangnya dan siap pergi.
Pak Harja memandang Fija dengan tertawa. “Kamu kan sudah ujian paling awal tadi. Mengangkat kayu, menjumput ranting, menyedot air sungaidengan memuaskan. Bendungan buatanmu tadi sangat sempurna, Fija. Kamu lulus ujian akhir sekolah gajah.”
Fija melongo. Dipandanginya Pak Harja yang beranjak meninggalkan lapangan dengan tak percaya. Kesembilan temannya menerompet gembira dengan kelulusan Fija yang luar biasa. (*)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar