Dimuat di Majalah Bobo |
*FiFadila*
“Huh, ngapain Fredi ngadain pesta ulang tahun?! Jangan-jangan dia mau berbuat iseng di pestanya nanti!” Nania mendengus kesal. Ia membayangkan pesta Fredi pasti menyebalkan.
Fredi itu kurcaci nakal yang tak pernah berhenti mengganggunya. Mengejek sepatunya yang rusak, menarik kepang rambut, menyembunyikan perlengkapan kebun. Haduh! Jari Nania tak cukup menghitung keusilan Fredi padanya.
Nania memutuskan berkebun saja. Tiba-tiba, matanya tertuju pada sepasang benda coklat di bawah semak mawar. Sepasang sepatu utuh! Memang warnanya putih biasa tapi kondisinya bagus. Jauh berbeda dengan sepatu yang dia kenakan, sudah berlubang di ujung jarinya. Dan dia belum punya uang untuk membeli sepatu baru.
Nania menoleh kanan kiri mencari seseorang yang membuang sepatu di bawah semak mawarnya. Tapi tak ada seseorang pun di dekat rumahnya.
Nania mencoba sepatu itu. Awalnya kebesaran. Namun ujung sepatu itu seperti mengecil sendiri. Pas dengan dengan ujung-ujung jari kakinya. Yang lebih aneh, sepatu itu tidak lagi berwarna putih polos. Tapi berubah cling-cling mengilap, dengan warna ungu dan emas berbaur. Ujung sepatunya runcing dengan hiasan bintang.Lentur dan ringan pula dipakai.
Nania merasa cantik seperti seorang putri kurcaci. Teman-teman pasti iri melihat sepatu barunya. Nania memutuskan pergi ke rumah sahabatnya, Minie. Tapi, lho, lho… langkah kakinya mengarah ke jalan lain. tidak berbelok ke rumah Minie. Nania bingung. sepertinya sepatu yang dia pakai punya pikiran sendiri. Nania merinding. Mau kemana sepatu itu membawanya?
“Oh, tidak! itu kan rumah Fredi?” Nania terkejut saat kakinya berhenti di depan rumah yang dia kenal.
Nania berusaha berbalik pergi tapi tak bisa. Sepatu itu memaksa kakinya melangkah masuk halaman rumah Fredi.
“Nania, akhirnya kamu datang!” Fredi yang muram terlihat senang melihat Nania. “Makasih sudah datang di acara ulangtahunku. Teman-teman lain tak ada yang mau datang. Sepertinya mereka benci aku karena sering usil.”
Nania kasihan melihat kesedihan Fredi.
“Padahal aku bikin pesta ini mau minta maaf pada teman-teman.” Fredi menunjuk hidangan-hidangan lezat di meja yang sudah tersedia di halaman. Sayang sekali jika hidangan-hidangan itu jadi mubazir.
Aha! Nania punya ide. “Bagaimana kalau kita hantarkan makanan ini ke rumah teman-teman. Aku akan membantumu.”
Fredi tersenyum. “Idemu keren. Ayo kita bungkus dan antarkan bersama-sama. Sekalian aku akan minta maaf pada mereka satu persatu.
Sore itu langkah Nania sangat ringan. Dia menemani Fredi yang mendorong kereta barang berisi tumpukan kotak makanan. Nania membantu membagikannya. Hatinya merasa bahagia bisa membantu teman kesusahan. Apalagi Fredi minta maaf padanya dan tobat nakal pada mereka semua.
Syukurlah dia datang ke pesta Fredi hari itu, pikirnya. Pulang sore itu Nania dapat banyak kue dan makanan. Sampai di rumah dia melihat seorang kurcaci tua mencari-cari sesuatu di semak belukar halaman rumahnya.
“Oh, jadi kamu menemukan sepatuku. Syukurlah. Kupikir hilang.” Kurcaci itu menunjuk kaki Nania.
“Ini sepatu Anda?”
“Iya, aku kurcaci pembuat sepatu.”
Nania duduk di kursi halaman dan melepas sepatu unik itu. “Maaf. Aku menemukannya di depan rumahku. Dan aku tak tahu bagaimana bisa sampai di sini.”
“Kurasa sepatu ini bosan tinggal di tokoku terus.”
“Sepatu ini sangat cantik dan berguna sekali untukku. Dia membantuku menolong teman yang lagi sedih.” Dengan semangat Nania menceritakan kisah hari itu di pesta Fredi. Tak lupa dia menyikat sepatu cantik itu sampai bersih sebelum mengembalikannya pada kurcaci pembuat sepatu. “Jika sudah punya uang aku akan datang ke toko anda dan membelinya.”
Kurcaci pembuat sepatu tidak segera mengambil sepatu dari tangan Nania. Dia memperhatikan sepasang sepatu buatannya dan menatap Nania bergantian.
“Kau tahu, kurasa sepatu ini memilihmu sebagai pemiliknya. Sepertinya kau punya hati hati baik dan ringan kaki menolong teman. Waktu melihatmu memakai sepatu ini, kulihat sangat pas dan cocok untukmu. Jadi kuberikan sepatu ini padamu.”
Nania tak percaya mendengar kurcaci pembuat sepatu memberinya sepatu cantik. Ia melompat senang dan memeluk kurcaci itu penuh terima kasih. Hari itu benar-benar indah. Dia mendapatkan sepatu cantik yang mengingatkannya agar selalu ringan hati menolong sesama. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar