Dimuat di Majalah Bobo |
Kebun Bunga Floreta
Melani Putri
Di atas bukit Hildia berdiri sebuah rumah mungil yang indah. Rumah itu milik Floreta, si kurcaci perangkai bunga. Ia menanam aneka bunga yang cantik dan harum di pekarangan rumahnya. Floreta bekerja keras merawat kebun bunganya sendiri. Ia merasa bangga karena bunga-bunganya paling indah di seluruh desa Hildia.
Suatu pagi Floreta terkejut ketika menemukan kebun bunganya berantakan. Di rumpun pohon bunga peony, beberapa ranting tampak patah. Bunga peony yang harusnya dipanen hari ini sudah hilang. Floreta menangis tersedu-sedu. Dodi kurcaci pengantar surat yang mendengar tangisan Floreta segera menghampirinya.
“Ada pencuri yang mengambil bunga peonyku, Dodi” seru Floreta sambil merapikan rumpun bunga peony yang patah. “Padahal bunga itu akan kupakai untuk berlatih merangkai bunga” sambungnya.
“Wah sayang sekali, Floreta. Tapi kamu masih bisa menggunakan bunga yang lainnya” Sahut Dodi sambil menunjuk bunga-bunga lain yang ada di kebun Floreta.
“Kamu benar, tapi bunga peonyku itu amat istimewa” jawab Floreta. Ia teringat ketika mendapat juara 1 lomba merangkai bunga tahun lalu. Floreta berhasil mendapatkan piala dan sekantong koin emas berkat rangkaian peonynya yang menakjubkan. Tahun ini ia bertekad untuk menjuarai lomba merangkai bunga lagi.
“Hmm..Tadi pagi-pagi sekali, aku mengantar surat untuk Kepala Desa dan lewat sini. Aku melihat bayangan kurcaci sedang memetik bunga. Aku pikir itu kamu, Floreta” Ujar Dodi sambil mengingat-ingat. “Aku menyapamu, tapi tidak ada jawaban. Yah..sama seperti biasanya” lanjut Dodi pelan.
Floreta menunduk malu mengingat kebiasaannya yang kadang suka malas menjawab sapaan kurcaci lain.
“Maaf Floreta, Aku harus menyelesaikan pekerjaanku. Semoga kebun bungamu tidak dicuri lagi” Kata Dodi sambil berlalu.
Floreta melihat kelopak bunga peony yang rontok di tanah. Kelopak lainnya terlihat berjatuhan menuju ke arah jalan setapak kecil. Ia terus mengikuti jejak kelopak bunga itu sampai ke lembah bukit. Jejak itu berakhir di sebuah rumah mungil yang terbuat dari batang pohon yang mulai lapuk.
Floreta mengintip ke dalam rumah itu dan melihat kurcaci berbaju kuning sedang menyuapi seseorang yang terbaring di tempat tidur. Tak lama kemudian kurcaci berbaju kuning itu tampak sibuk di mejanya. Ia sedang merangkai bunga. Floreta melihat bunga peony miliknya di antara bunga-bunga yang lain.
“Dengan bunga ajaib ini, aku pasti bisa memenangkan lomba selanjutnya” sayup-sayup terdengar ucapan kurcaci tadi.
Floreta yang sudah tidak bisa menahan amarah langsung menggedor pintu rumah kayu. Pintu yang sudah lapuk itu langsung terbuka dan Floreta menerjang masuk.
“Ternyata kamu yang mencuri bungaku!” seru Floreta.
Kurcaci berbaju kuning terkejut dan segera berlutut di hadapan Floreta. Ia mengakui perbuatannya dan meminta maaf.
“Siapa kamu? mengapa kamu mencuri peonyku?” Tanya Floreta.
“Nama saya Daisy. Saya minta maaf karena telah mencuri bungamu, Floreta. Saya ingin berlatih merangkai bunga. Saya memakai bunga milikmu supaya menang di lomba yang akan datang. Saya butuh hadiah lomba itu untuk mengobati ibu saya yang sedang sakit” ucap Daisy.
Floreta menatap sosok kurcaci tua yang terbaring lemah di tempat tidur. Timbul rasa iba dalam hatinya. Ia memperhatikan hasil rangkaian bunga milik Daisy. Sungguh tidak indah, batin Floreta. Dengan spontan ia membetulkan rangkaian bunga milik Daisy.
“Pertama-tama tangkai bunga ini harus dipotong serong agar mudah menyerap air” Floreta memotong tangkai-tangkai bunga dengan hati-hati. “Lalu tata dulu bunga yang paling besar, sedang, kemudian yang paling kecil untuk mengisi bidang yang kosong” lanjut Floreta. Daisy memperhatikan cara Floreta merangkai bunga. Ia kagum dengan kepiawaian Floreta. Tak lama rangkaian bunga peony sudah jadi. Floreta dan Daisy tersenyum senang.
“Rangkaian bungamu sangat indah” ucap Daisy tulus. Floreta tertegun. Ia merasa bahagia bisa mengajarkan ilmu merangkai bunga.
“Maukah engkau memaafkanku Floreta?” Tanya Daisy penuh harap. “Saya akan menebus kesalahan saya karena sudah mengambil bungamu tanpa izin” lanjutnya.
Floreta berpikir sejenak dan teringat pada kebun bunganya. “Baiklah saya akan memaafkanmu, tapi engkau harus memperbaiki kebun bungaku yang kau rusak” ujarnya.
“Baik, terima kasih Floreta” ucap Daisy sungguh-sungguh.
Suatu pagi yang cerah, Floreta sedang membuat pesanan rangkaian bunga gerbera untuk Kepala Desa. Di kebun terlihat Daisy sedang sibuk menyiram tanaman bunga. Daisy kini bekerja merawat kebun bunga milik Floreta. Ia bekerja dengan rajin sehingga bisa mengobati ibunya yang sakit dari hasil upahnya. Floreta puas dengan hasil pekerjaan Daisy. Di saat senggang, Floreta mengajarkan ilmu merangkai bunga agar kelak Daisy bisa menghasilkan uang sendiri.
“Untuk membuat rangkaian bunga yang indah, kita harus rajin berlatih dan terus menambah wawasan tentang bunga” ucap Floreta. “Bunga yang kugunakan selama ini bukanlah bunga ajaib. Tapi bunga yang sudah aku tanam dan rawat dengan kasih sayang” lirik Floreta pada Daisy yang tersenyum malu.
Kebun bunga Floreta makin rimbun dengan bunga-bunga cantik yang subur. Bukit Hildia menjadi semakin indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar