Rabu, 31 Januari 2018

Si Belly

                                   
Dimuat di Harian Lampung Pos
                         

                                                           Si Belly
                                                          Oleh: Suwanda

         “Uhuk... Uhukkk...” Belly terbatuk-batuk. 
         Belly adalah sepeda mini berwarna merah muda bergambar Hello Kitty dengan keranjang kecil berwarna putih yang berhias pita merah muda. Di stang sebelah kanan menempel bel berwarna emas, dan di ujung kedua stangnya terdapat rumbai-rumbai berwarna merah muda.
        “Uhhh... Banyak sekali debu di sini.” Belly menggerutu sambil membersihkan debu di tubuhnya. 

         Belly melihat sekelilingnya. Penuh barang-barang. Tiba-tiba Belly menangis sesenggukan. Ia takut berada di tempat yang gelap. Apalagi, di tempat itu tidak ada yang dikenalnya.
          “Huuu... Kenapa aku ada di sini? Tempat ini kotor sekali,” isak Belly. 
          “Hei, kamu siapa?” tanya sebuah monitor komputer.
          “Boleh kami kenalan denganmu?” sebuah lemari menambahi. 
          “Aku ada di mana?” Belly masih sesenggukan.
         “Kamu ada di gudang, tempat barang-barang tak terpakai,” jawab monitor komputer.
        “Iya, Kenalkan, namaku Alma. Ini Moni dan Memei,” Almari itu mengenalkan diri sambil menunjuk kedua temannya. “Tenanglah. Kamu di sini tidak sendirian kok. Ada kami yang siap menemanimu.”
        “Iya. Kamu jangan sedih. Walau tempat ini kotor, kita bisa bermain bersama,” Memei, si meja yang kakinya tinggal tiga ikut menyapa dengan riang.
        “Terima kasih. Namaku Belly,” tangis Belly mulai mereda.
        “Kenapa kamu bisa di sini? Ini kan gudang?” tanya Memei.
         Belly lalu bercerita. Kemarin Ane dibelikan sepeda baru oleh Papa dan Mamanya. Menurut papa Ane, sepeda itu lebih bagus dari diriku dan model terbaru. Padahal Belly merasa dia lebih bagus daripada sepeda baru itu.
         “Tenanglah, Bel. Memang tugas kita membantu manusia. Dulu kami juga membantu keluarga Ane. Ketika mereka membeli yang baru lalu menyimpan kami di sini. Awalnya kami merasa sedih. Kami merasa tak berguna lagi. Tapi lama-lama kami sadar. Tidak mungkin selamanya kami akan bersama mereka,” Moni menjelaskan panjang lebar.
          Belly hanya mengangguk. Tapi sebenarnya, Belly masih sangat sedih sekali.
                                                             ***
            Sudah lima hari Belly berada di gudang. Teman-teman barunya selalu berusaha menghibur dan mengajaknya bermain. Tapi ia masih enggan untuk ikut bermain. Belly masih sedih. Ia ingin sekali Ane mengendarainya pergi ke taman.
            Kreeekkkkk.... Pintu gudang terbuka. Sesosok wajah menyembul dari balik pintu. Itu Ane, gumam Belly. Mau apa dia datang ke sini, Belly bertanya-tanya dalam hati.
            Ane menghampiri Belly. Lalu mengelus-elus Belly sejenak. Ane membawa Belly keluar dari gudang, lalu menuju pohoh mangga yang tumbuh rindang di halaman samping. Di sana sudah ada ember hitam berisi air dan sikat kecil yang biasa digunakan Ane untuk membersihkan Belly.
             Hore! Ane ternyata masih sayang padaku, teriak Belly dalam hati. Ane membersihkan debu yang menempel di tubuh Belly. Kemudian mencucinya hingga terlihat bersih dan mengilap.
           “Hai, Kak Ane!” sapa seorang anak perempuan. Belly mengamatinya. Ternyata itu Andrena, sepupu Ane.
           “Halo, Andrena! Sepupu manisku!”
          “Wah... Sepedanya keren, Kak. Boleh aku mencobanya?” tanya Andrena penuh harap.
          “Tentu saja boleh,” jawab Ane dengan ramah.
          Andrena mengitari pohon mangga dengan mengendarai Belly.
          “Andrena! Ayo kita pergi sekarang,” teriak Ane sambil mengendarai sepeda barunya.
          “Ayo! Siapa takut,” jawab Andrena penuh semangat.
           Mereka mengendarai sepeda beriringan. Andrena mengendarai Belly, dan Ane mengendarai sepeda barunya. 
          Belly sedih, ia tidak suka kalau Ane memberinya pada Andrena. Anak itu kan ceroboh. Ane sering kesal pada Andrena, karena sepupunya itu sering menghilangkan mainannya. Belly takut Andrena tidak menyayanginya. Belly menangis sesenggukan.
            Tak lama kemudian mereka berhenti di depan sebuah rumah papan. Halamannya ditumbuhi bunga berwarna-warni yang indah sekali. Seorang anak kecil bergegas menyambut mereka.
          “Hei, Elsie. Apa kabar?” sapa Ane ketika memasuki halaman rumah itu.
           “Hei, Kak Ane. Baik-baik saja. Ayo masuk,” jawab Elsie dengan riang. Ia sedikit terkejut melihat kedatangan Ane dan Andrena.
          Mereka bertiga begitu asyik mengobrol di dalam rumah. Tapi, tak lama kemudian mereka keluar dan berjalan mendekati Belly.
            “Sepeda ini untukmu, Elsie,” ucap Ane sambil mengelus-elus Belly. 
            Gadis cilik itu hanya diam. Matanya mulai berkaca-kaca.
            “Terima kasih, kak Ane. Kakak baik sekali padaku,” Elsie membuka suara. Ia mengelus-elus Belly sambil mengusap air matanya dengan jarinya. Seketika Elsie memeluk Ane dengan erat.
          “Sepeda ini pasti sangat bermanfaat untukmu, Elsie. Aku yakin, kau tidak akan terlambat lagi datang ke sekolah. Dan mulai sekarang, kau bisa berkeliling kompleks menjajakan kue buatan ibumu dengan sepeda ini.”
         “Iya, Kak Ane. Sepeda ini akan aku rawat dengan baik,” kaata Elsie.
           Belly sangat terharu mendengar ucapan Elsie. Belly berjanji akan membantu Elsie. Kini Belly bahagia, karena sudah menemukan teman baru yang baik hati.

Minggu, 21 Januari 2018

Toko Bunga Pak Gerald

Dimuat di Majalah Bobo

Toko Bunga Pak Gerald
Oleh: Suci Shofia

Sore itu Pak Gerald sibuk bersiap untuk pergi ke kota Valens. Dia diminta Pak Walikota untuk menghias salah satu taman kota di sana. Pak Gerald terkenal dengan kepandaiannya menata dan merawat bunga. Selama seminggu berada di kota, dia ingin memastikan toko bunganya G Flowers tetap terjaga dengan baik.
“Hans, selama aku di kota, tanggung jawab toko ini aku serahkan padamu. Jaga baik-baik dan pastikan pelanggan puas dengan pelayanan kita,” Pak Gerald mengingatkan Hans anak buahnya.

Baik, Pak Gerald!” jawab Hans.
Ini kesempatan emas untukku untuk belajar menjadi pemilik toko bunga, ucap Hans dalam hati sambil mengantar Pak Gerald sampai keluar toko.
Pak Gerald sebenarnya kurang percaya dengan orang baru seperti Hans. Dia khawatir toko bunganya tidak terurus dengan baik. Namun Pak Gerald tidak punya pilihan lain. Dia berharap G Flowers tetap ramai pengunjung.
***
Siang itu G Flowers terlihat ramai. Koleksi bunga yang indah dan beragam menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi setiap bulannya, selalu ada kejutan untuk pengunjung. Bonus pot cantik, pupuk terbaik, dan tempat menyiram bunga lucu bisa dibawa pulang oleh pembeli.
Koleksi bunga G Flowers pun beragam. Di sana terdapat bermacam-macam jenis bunga dengan aneka warna. Ada bunga Mawar, bunga Aster, bunga Anggrek, bunga Asoka, bunga Azalea, bunga Melati, bunga Matahari, dan masih banyak jenis bunga lainnya. Musim liburan seperti ini toko bunga Pak Gerald selalu ramai pembeli.
“Wah, banyak sekali uang yang kudapatkan hari ini. Kalau setiap hari seperti ini, G Flowersakan semakin maju,” kata Hans.
Sampai hari ketiga, toko bunga Pak Gerald masih ramai pengunjung. Hans sibuk menghitung uang. Dia berjanji akan bekerja lebih giat lagi. Hans mulai paham cara kerja seorang pemilik bunga. Dia harus ramah kepada pengunjung. Hans juga perlu memastikan bunga-bunga terawat dengan baik. Susunan penataan bunga pun harus terlihat indah dan menarik. Jangan sampai bunga-bunga terlihat layu. Pembeli bisa kecewa dengan kondisi bunga yang tidak dirawat dengan baik.
***
“Kenapa hari ini sepi sekali? Pengunjung hanya melihat dari luar lalu pergi begitu saja.” Gumam Hans keesokan harinya.
Hans melongok keluar toko. Terlihat di depan toko G Flowers dibuka toko bunga yang baru. Penataan dan tampilannya sangatlah menarik. Pengunjung yang biasa ke toko Pak Gerald mulai berpindah ke sana.
“Aku harus menyusun strategi baru,ucap Hans.
Hans segera mengambil buku tentang bisnis tanaman yang ada di meja Pak Gerald. Karenatoko sedang sepi, diabisa konsentrasi membaca.
“Kita ke toko yang baru saja. Terlihat menarik dari luar,Hans mendengar ucap pengunjung dari luar toko.
Hans melirik ke depan toko. Dia semakin tertantang membuat toko bunga Pak Gerald ramai kembali.
***
Hans mulai melancarkan strateginya. Dia menata ulang penempatan bunga. Bunga Mawar, bunga Melati, bunga Asoka berjejer berselang seling. Informasi detail tentang masing-masing bunga, Hans tempelkan di dinding. Dia menuliskan testimoni pembeli di kertas warna warni, sesuai yang pernah Hans dengar. Lalu dia menempelkannya di depan pintu masuk. Hans juga menempelkan tulisan di kaca depan. Isi tulisan itu “Toko G Flowers terpilih sebagai toko bunga penghias taman kota Valens. Hans juga menambah bonus-bonus menarik.
“Semoga hari ini toko Pak Gerald ramai pengunjung,doa Hans.
Sampai siang, toko masih sepi. Hans mulai khawatir. Padahal penataan ulang sudah dia lakukan supaya tidak monoton.
 Aduh, semoga Pak Gerald tidak kecewa, kata Hans dalam hati.
Tiba-tiba pintu bernyanyi. Bu Sarah, pelanggan setia Pak Gerald datang. Dia kagum dengan penataan bunga dan tempelan informasi di G Flowers.
“Sebulan ini saya tidak sempat ke sini. Ada yang beda. Pasti akan semakin banyak pengunjung, ya,” ucap Bu Sarah kepada Hans.
Hans mengamini ucapan Bu Sarah.
Tidak lama, para pembeli lain mulai berdatangan. Mereka semua kagum dengan penataan baru toko bunga Pak Gerald. Hans pun mulai sibuk kembali melayani pembeli.
“Terima kasih sudah berkunjung ke toko bunga G Flowers!” ucap Hans ramah.
Tiba-tiba Pak Gerald datang.  Ternyata Pak Geralddatang sehari lebih cepat. Dia kaget mengetahui apa yang terjadi dengan tokonya. Hans menceritakan semuanya kepada Pak Gerald.
“Maafkan saya karena lancang mengubah penataan toko, Pak Gerald,” Hans menunjukkan wajahnya. Hans cemas. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhnya. Lidahnya kelu.
“Terima kasih sudah membuat tampilan baru di toko saya,” kata Pak Gerald. Ternyata kamu sangat kreatif. Memang seperti itu dunia bisnis. Kita harus kreatif supaya bisa tetap bertahan juga tentunya semakin maju,” jelas Pak Gerald.
Hans mengangkat wajahnya. Dia senang sekali.
 “Lihat! Semua karena kerja kerasmu untuk toko G Flowers. Ambil ini sebagai ucapan terima kasih saya,” ucap Pak Gerald.
Hans membuka amplop dari Pak Gerald. Isinya sejumlah uang dan tiket untuk menginap di penginapan terbaik di Kota Valens.
“Terima kasih, Pak Gerald,” kata Hans sambil tersenyum.


Sabtu, 13 Januari 2018

Kebun Bunga Floreta

                                                   
Dimuat di Majalah Bobo

                               Kebun Bunga Floreta                                                  
                                        Melani Putri

            Di atas bukit Hildia berdiri sebuah rumah mungil yang indah. Rumah itu milik Floreta, si kurcaci perangkai bunga. Ia menanam aneka bunga yang cantik dan harum di pekarangan rumahnya. Floreta bekerja keras merawat kebun bunganya sendiri. Ia merasa bangga karena bunga-bunganya paling indah di seluruh desa Hildia.
Suatu pagi Floreta terkejut ketika menemukan kebun bunganya berantakan. Di rumpun pohon bunga peony, beberapa ranting tampak patah. Bunga peony yang harusnya dipanen hari ini sudah hilang. Floreta menangis tersedu-sedu. Dodi kurcaci pengantar surat yang mendengar tangisan Floreta segera menghampirinya.

“Ada pencuri yang mengambil bunga peonyku, Dodi” seru Floreta sambil merapikan rumpun bunga peony yang patah. “Padahal bunga itu akan kupakai untuk berlatih merangkai bunga” sambungnya.
“Wah sayang sekali, Floreta. Tapi kamu masih bisa menggunakan bunga yang lainnya” Sahut Dodi sambil menunjuk bunga-bunga lain yang ada di kebun Floreta.
            “Kamu benar, tapi bunga peonyku itu amat istimewa” jawab Floreta. Ia teringat ketika mendapat juara 1 lomba merangkai bunga tahun lalu. Floreta berhasil mendapatkan piala dan sekantong koin emas berkat rangkaian peonynya yang menakjubkan. Tahun ini ia bertekad untuk menjuarai lomba merangkai bunga lagi.
 “Hmm..Tadi pagi-pagi sekali, aku mengantar surat untuk Kepala Desa dan lewat sini. Aku melihat bayangan kurcaci sedang memetik bunga. Aku pikir itu kamu, Floreta” Ujar Dodi sambil mengingat-ingat. “Aku menyapamu, tapi tidak ada jawaban. Yah..sama seperti biasanya” lanjut Dodi pelan.
            Floreta menunduk malu mengingat kebiasaannya yang kadang suka malas menjawab sapaan kurcaci lain.
            “Maaf Floreta, Aku harus menyelesaikan pekerjaanku. Semoga kebun bungamu tidak dicuri lagi” Kata Dodi sambil berlalu.
Floreta melihat kelopak bunga peony yang rontok di tanah. Kelopak lainnya terlihat berjatuhan menuju ke arah jalan setapak kecil. Ia terus mengikuti jejak kelopak bunga itu sampai ke lembah bukit. Jejak itu berakhir di sebuah rumah mungil yang terbuat dari batang pohon yang mulai lapuk.
Floreta mengintip ke dalam rumah itu dan melihat kurcaci berbaju kuning sedang menyuapi seseorang yang terbaring di tempat tidur. Tak lama kemudian kurcaci berbaju kuning itu tampak sibuk di mejanya. Ia sedang merangkai bunga. Floreta melihat bunga peony miliknya di antara bunga-bunga yang lain.
“Dengan bunga ajaib ini, aku pasti bisa memenangkan lomba selanjutnya” sayup-sayup terdengar ucapan kurcaci tadi.
Floreta yang sudah tidak bisa menahan amarah langsung menggedor pintu rumah kayu. Pintu yang sudah lapuk itu langsung terbuka dan Floreta menerjang masuk.
“Ternyata kamu yang mencuri bungaku!” seru Floreta.
Kurcaci berbaju kuning terkejut dan segera berlutut di hadapan Floreta. Ia mengakui perbuatannya dan meminta maaf.
“Siapa kamu? mengapa kamu mencuri peonyku?” Tanya Floreta.
“Nama saya Daisy. Saya minta maaf karena telah mencuri bungamu, Floreta. Saya ingin berlatih merangkai bunga. Saya memakai bunga milikmu supaya menang di lomba yang akan datang. Saya butuh hadiah lomba itu untuk mengobati ibu saya yang sedang sakit” ucap Daisy.
Floreta menatap sosok kurcaci tua yang terbaring lemah di tempat tidur. Timbul rasa iba dalam hatinya. Ia memperhatikan hasil rangkaian bunga milik Daisy. Sungguh tidak indah, batin Floreta. Dengan spontan ia membetulkan rangkaian bunga milik Daisy.
“Pertama-tama tangkai bunga ini harus dipotong serong agar mudah menyerap air” Floreta memotong tangkai-tangkai bunga dengan hati-hati. “Lalu tata dulu bunga yang paling besar, sedang, kemudian yang paling kecil untuk mengisi bidang yang kosong” lanjut Floreta. Daisy memperhatikan cara Floreta merangkai bunga. Ia kagum dengan kepiawaian Floreta. Tak lama rangkaian bunga peony sudah jadi. Floreta dan Daisy tersenyum senang.
“Rangkaian bungamu sangat indah” ucap Daisy tulus. Floreta tertegun. Ia merasa bahagia bisa mengajarkan ilmu merangkai bunga.
“Maukah engkau memaafkanku Floreta?” Tanya Daisy penuh harap. “Saya akan menebus kesalahan saya karena sudah mengambil bungamu tanpa izin” lanjutnya.
Floreta berpikir sejenak dan teringat pada kebun bunganya. “Baiklah saya akan memaafkanmu, tapi engkau harus memperbaiki kebun bungaku yang kau rusak” ujarnya.
“Baik, terima kasih Floreta” ucap Daisy sungguh-sungguh.
Suatu pagi yang cerah, Floreta sedang membuat pesanan rangkaian bunga gerbera untuk Kepala Desa. Di kebun terlihat Daisy sedang sibuk menyiram tanaman bunga. Daisy kini bekerja merawat kebun bunga milik Floreta. Ia bekerja dengan rajin sehingga bisa mengobati ibunya yang sakit dari hasil upahnya. Floreta puas dengan hasil pekerjaan Daisy. Di saat senggang, Floreta mengajarkan ilmu merangkai bunga agar kelak Daisy bisa menghasilkan uang sendiri.
“Untuk membuat rangkaian bunga yang indah, kita harus rajin berlatih dan terus menambah wawasan tentang bunga” ucap Floreta. “Bunga yang kugunakan selama ini bukanlah bunga ajaib. Tapi bunga yang sudah aku tanam dan rawat dengan kasih sayang” lirik Floreta pada Daisy yang tersenyum malu.
Kebun bunga Floreta makin rimbun dengan bunga-bunga cantik yang subur. Bukit Hildia menjadi semakin indah.