Jumat, 30 November 2012

KISAH SI SEMUT DAN RAJA LALAT

foto : agus karianto


          Sejak si lalat dinobatkan menjadi sang Raja, maka kehidupan di kerajaan binatang menjadi semakin amburadul. Banyak peraturan yang tidak terpakai. Kelompok lalat sering bikin ulah. Mereka bertindak semaunya sendiri. Mereka beranggapan bahwa raja mereka tidak akan menghukumnya apabila mereka berbuat salah. Sifat lalat yang jorok membuat kerajaan binatang semakin kotor dan kumuh. Banyak sampah berserakan tidak dibuang pada tempatnya.
          Akibat sifat jorok si lalat, membuat banyak semut-semut merasa terganggu. Karena, sejak si Lalat dinobatkan menjadi raja, banyak semut yang sering terjangkit sakit perut. Hampir setiap hari ada saja sekelompok semut yang menderita sakit perut. Dan setelah diamat-amati, ternyata semua ini akibat ulah para lalat yang jorok. Sebab setiap kali para lalat-lalat berpesta pora, mereka terbang ke sana kemari, hinggap di tempat-tempat jorok, setelah itu mereka menghinggapi juga di potongan-potongan makanan yang akan dikumpulkan para semut. Ketika para semut membawa makanan tersebut ke rumah untuk dimakan bersama keluarga maka sehabis makan mereka merasakan perutnya sakit. Sebenarnya sekelompok semut pernah protes kepada sang Raja Lalat, namun tidak ada tanggapan. Bahkan ulah para lalat semakin menjadi-jadi. Dan sang Raja Lalat tidak bisa berbuat banyak.
         "Wahh, gara-gara si lalat jorok yang menghinggapi makanan kita, akhirnya kita jadi sakit perut, nih," kata para semut.
         "Iya, betul...aku kemarin melihat sendiri, di kaki para lalat banyak sekali kotoran saat hinggap di makanan kita, hal inilah yang membuat kita sakit perut" seru semut yang lain.
        "Kita tidak boleh tinggal diam....kita harus mengambil tindakan!Kita protes juga tidak ada tindakan dari sang raja!!"
        "Iya....iyaaaa....kita harus bertindak..."
        "Benar semua semut harus bersatu untuk melawan kecerobohan sang Raja...kita harus melawan kesewenang-wenangan ini....kita harus menaklukkan sang Raja."
        "Setuju...kita harus memberi pelajaran si Raja Lalat yang ceroboh melindungi kelompoknya yang sok kuasa..."
         Oleh karena itu, para semut berkumpul untuk menyusun strategi melawan sang Raja Lalat. Ada yang mengusulkan dipukul beramai-ramai. Ada yang mengusulkan makanan sang Raja dilumuri kotoran agar dia ikut merasakan bagaimana rasanya sakit perut. Dan berbagai usulan yang lain.
        "Kita harus berhati-hati menghadapi sang Raja, sebab dia memiliki sayap. Kalau dia tahu bahwa kita akan memukulnya atau mencelakainya maka dia bisa saja terbang dan kita tidak bisa mengejarnya. Bukankah kita tidak memiliki sayap," kata salah seekor semut kepada teman-temannya. Dan seluruh semut menyadari akan kelemahan mereka yang tidak memiliki sayap.
       "Lalu bagaimana kita bisa mengalahkannya?"
       "Begini, kawan! Untuk menghadapi si Raja Lalat kita harus benar-benar bersatu dan saling bekerjasama. Tidak boleh ada semut yang tidak berperan serta. Untuk berkelahi dengan dia, jelas kita tidak punya kekuatan. Nah, saatnya kita gunakan taktik jebakan saja."
       "Maksud jebakan itu apa, kawan?"
       "Begini, kita akan melawan si Raja dengan melakukan jebakan.Kita akan menjebak dengan cara memanfaatkan kebiasaan jelek yang biasa dia lakukan terhadap kita. Caranya yaitu pertama-tama kita harus dibagi dalam beberapa kelompok. Ada kelompok yang membuat lem, ada kelompok yang membuat makanan, ada kelompok yang memancing si Raja Lalat masuk ke dalam jebakan kita. Dan ada kelompok yang membekuk Raja lalat saat dia takluk ke dalam jebakan kita. Bagaimana, kalian siap bersatu melawan Raja Lalat !?"
        "Siaaaappppp....siiiaaaapppp....kita bersatuuuu.....melawan Raja Lalat!!!"
        Maka malam itu para semut mulai bekerja sesuai tugas masing-masing. Tidak ada kegaduhan selama mereka melakukan tugasnya, sebab mereka khawatir sang Raja Lalat mengetahui rencana mereka.
         Dan pagi hari sebelum matahari muncul, mereka telah selesai mempersiapkan jebakannya. Sebuah makanan yang berbau harum namun seluruh permukaannya telah dilumuri lem perekat telah mereka letakkan di tengah halaman. Para semut berharap agar saat si Raja lalat dan teman-temannya menghinggapinya maka para lalat tidak bisa melarikan diri.
       "Oke...semua siap pada posisi masing-masing...sebentar lali si lalat akan keluar rumah," teriak pemimpin semut. Dan para semut bersiap-siap pada tempatnya masing-masing.
        Tidak berapa lama, nampak si Raja lalat keluar rumah. Ia merasa tertarik pada bau makanan yang sampai pada rumahnya. Spontan ia terbang mencari asal makanan tersebut.
        "Wuahhhh....ada makanan lezzzaaatttt," teriak si Raja Lalat kegirangan. Oleh karena itu segera ia mempercepat terbang menuju makanan tersebut dan secepatnya menghinggapinya. Namun....
        Trrraaaaapppppp....trraaaapppp....traaaapppp...traaappppp
        "Ouugghhhhh......kakiku kok lengket ke makanan? Tolong...tolooonngg..'" teriak si Raja Lalat sambil meronta ronta karena kakinya terperangkap jebakan lem para semut. Dan seketika itu juga seluruh semut keluar dari persembunyiannya untuk menangkap Raja Lalat beramai-ramai.
        "Horeeeee......horeeee....kita berhasil...kita berhasil.....!"
        "Tolooonnngg....aku jangan dilukai, teman-teman! Apa salahku sehingga kalian menjebakku seperti ini? Tolong lepaskan aku, teman-teman" seru Raja Lalat.
        "Hahahahaha...enak saja minta dilepaskan. Biar saja kamu merasakan akibat ketidak adilan dan akibat kecerobohanmu memimpin kami."
        Si Raja Lalat pura-pura tidak mengerti. Ia terus minta tolong untuk segera dilepaskan. Namun para semut segera mengurungnya. Para semut memegangi tubuh Raja Lalat dari segala penjuru tubuhnya sehingga lalat tidak bisa bergerak.
        "Hai, coba jelaskan kesalahanku sehingga aku kau perlakukan seperti ini, kawan!" teriak Raja Lalat.
        "Hehehe..."
        "Sungguh, aku tidak mengerti, kawan! Kalau saja teman-temanku tahu bahwa aku kau tawan tentu mereka akan segera menyerang kamu. Ayo coba jelaskan biar aku punya alasan membela kalian," seru Raja Lalat.
         "Benar juga kata Raja Semut," pikir pimpinan para semut. "Kalau para lalat sampai tahu bahwa pimpinannya tersandera tentu mereka akan menyerang mereka."
Akhirnya, pimpinan semut secepatnya menerangkan kesalahan si Raja Lalat dan segera meminta memerintahkan para lalat agar tidak mengganggu para semut. Pimpinan semut memohon Raja Lalat agar memerintahkan para lalat untuk tidak melumuri dengan kotoran pada setiap makanan yang telah semut-semut temukan dimanapun berada.
        "Oooo jadi hanya itu saja tho permintaan kalian. Jangan khawatir, aku akan segera melaksanakan perjanjian ini," kata si Raja Lalat.
         "Awas...kamu sudah berjanji lho ya, Raja Lalat!" kata pimpinan semut. "Kalau sampai engkau melanggar janjimu maka aku tidak segan-segan mengerahkan seluruh semut di dunia untuk melawan kamu!"
         "Iya...aku janji."
          Kemudian, semut-semut segera membersihkan perekat yang ada di tubuh Raja Lalat.
         "Terima kasih, kawan....terima kasih....tapi aku tidak berjanji memberitahu lalat-lalat di daerah lain khan." kata Raja Lalat sambil terbang meninggalkan para semut. "Kalau ada lalat di tempat lain yang masih mengganggumu itu artinya bukan tanggung jawabku lagi! Kalian bertanggung jawab sendiri terhadap makananmu"
         Para semut hanya bisa saling pandang di antara mereka. Ternyata si Raja Lalat hanya akan memberitahu para lalat di sekitar kerajaan saja. Bila ada lalat di daerah lain yang masih mengganggu mereka maka itu menjadi tanggung jawab para semut untuk mengusirnya.
        Oleh karena itu, sejak saat itu para lalat tidak berani mengganggu setiap makanan yang ditemukan dan dibawa para semut. Lalat-lalat lebih memilih hinggap di makanan yang masih bersih milik manusia. Dan sejak saat itu, setiap ada semut yang menemukan makanan maka mereka selalu membawanya beramai-ramai agar para lalat tidak berani mengganggunya. Selain itu, setiap semut yang menemukan makanan selalu secepatnya dibawa ke dalam sarangnya agar tidak dihinggapi lalat.


selesai


sumenep, 30 Nopember 2012


Moral cerita : Berhati-hatilah menaruh makanan agar tidak dihinggapi lalat.



Minggu, 25 November 2012

TANAMAN EMAS SI YATIM

gambar : agus karianto


       Sejak orang tuanya meninggal dunia, kini si Yatim tinggal bersama kakak laki-lakinya. Kakaknya terkenal serakah, apalagi terhadap harta benda peninggalan orang tuanya. Dia ingin memiliki semua harta
benda yang diwariskan orang tuanya untuk kedua anaknya. Si Yatim tidak bisa berbuat banyak dengan kelakuan kakaknya. Semua perintah dan kemauan kakaknya selalu ia turuti. Ia tidak ingin melawan perintahnya. Hal ini dilakukan si Yatim karena ingin menuruti amanah orang tuanya agar mereka berdua tidak saling bertengkar. Sehingga apapun perintah, caci maki, bentakan, sumpah serapah kakaknya yang ditujukan padanya selalu diterima dengan ikhlas dan sabar.
       Hidup si Yatim semakin merana. Semua pekerjaan rumah menjadi tanggung jawabnya. Menyapu, membersihkan halaman rumah serta mencuci dan memasak. Sedangkan kakaknya hanya bisa berfoya-foya menghabiskan harta benda kedua orang tuanya tanpa memberi sepeserpun bagiannya kepada si yatim. Oleh karena itu, setiap hari si yatimlah yang bekerja keras di rumah. Bila ada kesalahan sedikit saja dalam melakukan pekerjaannya maka kakak si yatim tidak segan-segan memberikan hukuman yang diluar batas. Si yatim sering tidak diberi makan seharian. Terkadang untuk mengisi perutnya yang lapar maka ia mencari nasi-nasi sisa kakaknya.
       Para tetangga banyak yang menaruh iba kepada si yatim. Tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak. Mereka takut mencampuri urusan rumah tangga orang. Namun kebanyakan dari tetangga ikut mendoakan semoga si yatim kelak akan mendapatkan kebahagiaan.
       Hari itu, kakak si yatim marah besar. Sebab niatnya berfoya-foya bersama teman-temannya gagal. Harta benda di rumahnya telah habis ia jual. Kini tidak ada harta yang bernilai yang bisa ia jual. Dan demi melampiaskan kejengkelannya ia memaki si yatim habis-habisan.
       "Anak sialan !" katanya. "Kamu jangan mencoba-coba menyembunyikan harta milik orang tua kita, ya! Kamu masih kecil tidak tahu apa-apa dengan harta itu. Ayo cepat keluarkan harta yang telah kamu sembunyikan."
       "Ampun, Kak. Yatim sama sekali tidak menyembunyikan harta itu. Yatim tidak berani, Kak."
       "Alah...dasar pembohong kamu. Adik sialan....ayo keluarkan harta itu. Aku sedang membutuhkannya."
       "Sumpah, Kak. Demi Allah saya tidak menyembunyikan harta-harta itu. Bukankah Kakak sendiri yang telah menjualnya satu persatu harta-harta itu. Dan aku tidak mendapat bagian sama sekali."
        Mendengar ucapan si Yatim membuat kakaknya terdiam. Dia merasa memang selama ini semua harta peninggalan orang tuanya telah ia jual satu persatu untuk berfoya-foya dan sepeserpun ia tidak berikan kepada si Yatim.
       "Diam kamu...kamu mau protes ya...kamu masih kecil tahu apa dengan harta benda, heh?! bentak Kakak Yatim sambil berjalan keluar rumah. Tidak henti-hentinya ia jengkel terhadap adiknya. "Sialan, ternyata dia tidak menyembunyikan harta juga. Duuuh, harta apa lagi yang bisa aku jual yaaa? Darimana aku bisa mendapatkan uang lagi?"
       Tiba-tiba di kejauhan datanglah seorang kakek-kakek mendekati rumah si yatim dan kakaknya. Dia berjalan sambil membawa sebuah bungkusan kain berwarna putih.
       "Assalamu'alaikum, cucu-cucuku," sapanya.
       "Wa'alaikumussalam warahmatullahiwabarokatuh, kakek," jawab si Yatim.
       "Heh, kakek ini siapa kok pagi-pagi begini sudah datang ke rumahku," bentak Kakak si Yatim.
       Kakek-kakek itupun kaget mendengar perbedaan sifat yang ditunjukkan adik dan kakaknya. Dia merasakan sesuatu ketidak adilan yang terjadi di rumah tersebut. Dia merasakan ada sebuah kedholiman yang ditunjukkan  seorang kakak terhadap adiknya. Namun, dia cepat tanggap dan bisa menguasai perasaannya. Kemudian dia memberitahu mereka tentang kedatangannya di rumah tersebut.
      "Kakek sebenarnya petani kepercayaan orang tuamu. Dan sebelum beliau meninggal pernah titip harta karun yang tidak ternilai besarnya yang harus saya berikan kepada kalian apabila kalian sudah dewasa. Nah, karena sekarang kalian telah dewasa maka sudah saatnya kakek membagi harta karun ini kepada kalian."
      "Wuaaaahhhh harta karun....mana harta itu, orang tua," kata Kakak si Yatim berapi-api ingin merampas bungkusan yang dibawa kakek di hadapannya.
      "Husshhh....sabar, den. Jangan serakah begitu. Kakek akan membagi harta ini sesuai pesan orang tuamu. Kakek akan bersikap adil. Tidak ada seorangpun yang dirugikan."
       Kakak si Yatim semakin jengkel. Niatnya merampas peninggalan orang tuanya yang dibawa kakek di hadapnya tidak terlaksana. Akhirnya, ia menuruti saja pembagian harta yang dilakukan kakek tersebut.
       "Begini, cucu-cucuku," kata si kakek mulai membagi harta karunnya."Kedua orang tuamu sengaja meninggal dua jenis harta karun kepadamu. Kamu berdua disuruh memilih salah satu diantaranya. Sebenarnya orang tuamu meninggalkan kepingan-kepingan emas yang sungguh berlimpah ruah banyaknya di
lahan yang ditinggalkannya. Lahan ini ada dua macam. Yang pertama sangat luas yang berada di kanan dan kiri rumahmu ini dan satunya lagi sepetak lahan kecil subur yang ada di sebelah sungai di belakang rumah ini. Nah, untuk mengeluarkan kepingan-kepingan emasnya kalian harus memancingnya dengan butiran-butiran jagung yang kakek bawa ini. Nah, sekarang kalian bisa memilih salah satu diantaranya."
       Betapa senang kakak si yatim mendengar bahwa di lahan orang tuanya ternyata menyimpan kepingan. "Hanya dengan memancing memakai butiran jagung ternyata harta itu bisa keluar? Ouw sunggung senang bila bisa memiliki lahan yang luas tentu harta yang aku punya semakin banyak. Biar saja si Yatim dapat lahan yang kecil di pinggir sungai itu," kata kakak Yatim dalam hati.
       "Hoi, orang tua. Aku pilih lahan yang luas di samping kiri dan kanan rumah orang tuaku. Biarlah lahan kecil di pinggir sungai menjadi milik si Yatim. Dan Yatim harus keluar dari rumah ini karena semua akan menjadi milikku," kata kakak si Yatim menunjukkan keserakahannya.
       Si kakek hanya bisa mengelus dada. Ia kasihan dan prihatin dengan keserakahan kakak si Yatim.
       "Hoi, orang tua...ayo serahkan juga biji-biji jagungnya agar aku segera memancing harta warisan orang tuaku."
       "Sabar, cucuku. Di dalam kantong ini ada seratus biji. Dan aku akan membagi rata untuk kalian."
       "Wahhh....tidak bisa begitu, orang tua. Aku yang memilih lahan luas tentu harus mendapat bagian biji yang banyak juga dibandingkan si yatim yang memiliki lahan kecil. Ayo serahkan kantongmu itu, biar aku sendiri yang membaginya secara adil." kata kakak Yatim sambil merampas kantong yang dibawa kakek di hadapannya.
      "Nah, karena lahanku luas maka aku ambil 90 biji jagung. Dan biarlah 10 biji jagung menjadi milik si Yatim."
      "Wah, kamu tidak adil, cucuku," kata kakek kemudian.
      "Tidak adil bagaimana, orang tua," bentak kakak si yatim. "Justru aku bertindak adil sekali. Siapa yang memiliki lahan luas tentu mendapatkan bagian yang banyak. Hehehehehe......adil khan?!"
       Dan si Yatim tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menerima begitu saja pembagian harta milik kedua orang tuanya. Ia tidak mau bertengkar dengan kakaknya gara-gara harta warisan. Ia cukup senang melihat kakaknya bisa ceria seperti dulu lagi. Ia tetap bersyukur masih mendapat lahan peninggalan orang tuanya walaupun ukurnnya kecil. Oleh karena itu, setelah menerima pembagian jatahnya, maka si Yatim diajak kakek tersebut tinggal di gubuknya dekat lahan milik si Yatim. Betapa senang si yatim ternyata masih ada orang yang peduli dengan dirinya. "Terima kasih, Kek. Yatim senang bisa tinggal bersama Kakek."
     
                                                                ***
       Setelah berhasil merebut harta peninggalan orang tuanya berupa lahan yang luas, kini kakak si yatim merasa bahagia. Ia membayangkan akan mendapatkan kepingan-kepingan emas yang berlimpah ruang di lahannya. "Dengan lahan yang luas begini tentu kepingan-kepingan emasnya akan semakin banyak. Uhuyyy...dasar si Yatim bodoh bisa saja aku bohongi," kata kakak yatim sambil memasang biji-biji jagung di alat pancing yang telah ia siapkan. Ada puluhan alat pancing yang telah dipasangi biji jagung.
      "Nah, malam nanti aku akan memancing kepingan emas agar tidak kelihatan orang. Kalau sampai orang-orang tahu aku mendapat berkeping-keping emas di lahanku ini bisa gawat. Aku tidak mau bila orang-orang mencuri kepingan-kepingan emasku."
Dan malam harinya, kakak si Yatim mulai memasang alat pancingnya di setiap sudut lahan yang menjadi miliknya. Ia juga telah menyiapkan keranjang besar sebagai tempat kepingan-kepingan emas hasil tangkapannya.
       Satu jam, dua jam, tiga jam, enam jam, namun tidak sekeping emaspun yang berhasil ia dapatkan. Kakak di yatim merasa kecewa dan jengkel. "Ah, mungkin emas-emas itu belum mau keluar. Besok aku akan mencoba memancingnya lagi. Siapa tahu mereka akan muncul juga."
       Dan besok harinya kakak si yatim mencoba memasang alat pancingnya lagi. Namun seharian ia tunggui alat pancingnya namun tidak sekeping emaspun yang berhasil didapatnya. Dan berhari-hari, berminggu-minggu hingga berbulan-bulan pekerjaan itu tetap ia lakukan dengan harapan ia mendapatkan berkeping-keping emas dari lahan peninggalan orang tuanya, namun usahanya tetap nihil. Tidak ada sekeping emaspun yang berhasil ia dapatkan. Lahan miliknya makin tidak terurus. Semak belukar tumbuh di sana sini. Kakak si yatim semakin jengkel. Perbekalan makanan di rumahnya semakin habis. Ia kesulitan mendapatkan makanan lagi. Sementara harapan mendapatkan kepingan emas dari alat pancingnya tetap berlanjut. Namun, harapan tinggal menjadi harapan. Tubuh kakak si yatim menjadi kurang terurus. Ia semakin jarang makan. Tubuhnya menjadi kurus kering. Dan untuk sekedar menyambung hidup akhirnya tanpa malu-malu ia minta-minta makanan ke setiap rumah yang ia jumpainya.

       Hal ini beda dengan kehidupan si Yatim. Setelah mendapat jatah lahan dan 10 biji jagung dari kakaknya. Ia bersama di kakek menggarap lahan suburnya. Seluruh tanah mereka olah. Biji jagung mereka tanam. Setiap rumput liar dan hama tanaman  mereka buang. Si Yatim dan Kakek bekerja dengan riang. Mereka bersyukur dengan karunia Allah swt. Setiap pohon jagung yang mereka tanam menghasilkan jagung yang banyak dengan ukuran yang amat besar. Si Yatim dan kakek merasa senang. Dari hasil panen jagungnya ternyata bisa ditukarkan dengan kepingan-kepingan emas yang begitu banyak.
       Ternyata benar kata orang tuanya. Harta warisan orang tuanya yang berupa kepingan-kepingan emas di lahan suburnya bisa dipancing dengan biji jagung hanya dengan cara bekerja keras mengolah lahan dan menanaminya dengan butiran-butiran. Nah, dari hasil panen jagungnya kita bisa membelikannya dengan kepingan-kepingan emas.
Untuk mendapat kepingan-kepingan emas kita tidak bisa memancingnya dengan sikap malas-masalan saja.

      

selesai

sumenep, Senin,29 Nopember 2012


Moral cerita : Untuk mendapatkan kepingan-kepingan emas dimanapun berada kita tidak bisa 
                      memancingnya dengan sikap malas-malasan. Tapi bekerja keraslah dimanapun
                      berada. Dan bersyukurlah apapun yang anda peroleh.
      

Sabtu, 17 November 2012

AKIBAT KUCING YANG SERAKAH

Gambar : agus karianto

           Hari masih pagi, matahari belum menampakkan diri. Hewan-hewan masih banyak yang tidur. Namun di kejauhan nampak seekor kucing berjalan tergopoh-gopoh. Ia berjalan sambil membawa ember berisi susu yang diletakkan di punggungnya. Sesekali ia menoleh ke kiri dan ke kanan. Sepertinya ia takut ada teman yang mengikutinya. "Syukurlah tidak ada yang melihatku," kata si kucing dalam hati.
           Ketika si kucing merasa tubuhnya capek ia berniat untuk istirahat. Ia mencari tempat yang aman dari pengamatan teman-temannya. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti manakala ia berjumpa dengan seekor Kancil yang sedang memeluk sebatang pohon bambu. Si kancil berkali-kali mencoba menggigit pohon bambu, seolah-olah hendak memecahkan batang bambu, namun dilepaskan lagi. Setelah usahanya gagal, si kancil nampak bersedih dan menangis. "Hu hu hu hu....gagal lagi usahaku," demikian rintih si kancil di hadapan si kucing.
           Si kucing merasa iba dan ikut bersedih melihat si Kancil menangis tersedu-sedu. Lalu ia berusaha menyapanya.
           "Hei, kenapa kamu bersedih dan  menangis, Kancil?" tanya si Kucing.
           Si Kancil tidak menjawab, bahkan tangisannya semakin menjadi-jadi. "Huuuhuuuuhuuuhuuuuu."  Sebenarnya tangisan si kancil di hadapan si kucing hanya pura-pura saja. Dia berniat memberi pelajaran si kucing yang terkenal serakah dan suka mencuri susu milik teman-temannya. Si kancil jengkel setiap kali mendengar laporan akan kecurangan si kucing kepada teman-temannya.
           "Wah, si kancil benar-benar bersedih, nih," pikir si kucing. Kemudian si kucing meletakkan ember yang berisi susu di bawah pohon. Dan si kancil masih memegang erat-erat batang pohon bambunya.
           "Hei, Kancil...kenapa kamu bersedih ? Bolehkan aku tahu permasalahanmu?"
           "Heeemmm....wah senang sekali apabila kamu bisa membantuku, Kucing," jawab si kancil.
           "Iya...tapi apa masalahnya?"
           "Begini, kawan," kata si Kancil mulai menyusun siasat. "Malam tadi aku mendapat batang bambu ajaib yang jatuh dari langit. Meskipun bambu ini tidak mempunyai akar namun lihatlah daun-daunnya nampak hijau segar. Pasti di dalamnya ada air ajaib di 6 ruasnya yang membuat daun-daun bambu ini nampak masih hijau segar. Pasti air ajaib itu bisa membuat kita awet muda dan sakti. Oleh karena itu, aku berusaha memecahkannya. Namun usahaku gagal. Aku sedih, kawan."
          "Wah, ada air ajaib yang bisa membuat awet muda? Aku harus bisa merebutnya dari tangan si Kancil," pikir si Kucing. "Dasar si Kancil bodoh. Seharusnya membuka batang bambu dengan benda runcing seperti cakarku ini. Mana bisa memecah batang bambu dengan giginya."
          " Begini saja, Cil," kata si kucing. "Bagaimana kalau batang bambumu ini aku tukar dengan setengah ember susuku?"
          "Hahhh! Ditukar dengan Setengah ember susu? Ogah yaaaa....enak aja satu batang bambu ajaib ditukar setengah ember susu. Kamu tidak adil. Kamu mau enaknya sendiri. Kamu serakah," kata si Kancil sambil terus memeluk batang bambunya.
          "Tapi susu ini masih segar dan lezat lho....kamu tinggal minum saja...enakkk, Cil. Daripada kamu kesulitan memecahkan batang bambu itu? Serahkan saja padaku. Kamu bisa menimati setengah ember susu ini"
          "Ogaaaahhhh.....gak mauuuu....tidak sudiiii....Sekali tidak mau ya tetap tidak mau," kata si Kancil pura-pura bertahan dan menganggap bahwa batang bambunya benar-benar sakti.
          "Kalau begitu...bagaimana kalau aku minta hanya setengah saja batang bambumu dan kita tukar dengan setengah ember susuku. Nah...adil kan?"
          "Ogaaahhh...enak saja bambu ini dipotong separo...kesaktiannya bisa hilang, Cing!"
          Si Kucing makin penasaran dengan sikap si Kancil. Dirinya harus bisa memiliki batang bambu itu bagaimanapun caranya agar dirinya bisa tetap awet muda dan sakti. Kalau dirinya sakti tentu ia bebas berbuat apa saja kepada teman-temannya. Ia bebas memiliki susu milik siapapun tanpa takut terhadap teman-temannya. Dan akhirnya ia nekat ingin menukar seember susunya dengan batang bambu yang dimiliki si Kancil.
          "Begini saja, Cil. Bagaimana kalau batang bambumu itu aku tukar dengan seember susuku ini?"
           Si kancil pura-pura keberatan dengan usul si kucing. Padahal dalam hati ia merasa bahwa kali ini si kucing akan menemui batunya. Kali ini si Kucing akan menerima ganjaran akan keserakahan dan kelicikannya.
          "Kalau itu maumu, aku sih setuju-setuju saja, Cing. Tapi kamu ikhlas nggak menukar susumu dengan batang bambu ini?" tanya si Kancil.
          "Ikhlas, Cil. Ayo mana batang bambumu!" kata si kucing tidak sabar ingin memiliki batang bambu milik si kancil. Dan ia akan segera memecahkannya agar bisa segera meminum air ajaib yang ada di tiap ruasnya. "Aku akan menjadi Kucing Sakti dan senantiasa awet muda. Asyiiikkkk," kata si kucing senang.  
          Kemudian si kancil melepaskan batang bambunya. Setelah Ia meraih seember susu milik si Kucing, lalu ia pergi meninggalkan si kucing sendirian.
          "Horeeee....aku akan menjadi kucing sakti.iiiii!" teriak si kucing. Kemudian ia mengeluarkan cakar-cakarnya. Batang bambu yang ada dihadapannya dicakar-cakar berkali-kali agar bisa pecah. Ia terus berusaha memecahkannya. Akhirnya, setelah dengan perjuangan yang keras ia berhasil memecahkan batang bambu di hadapannya. Namun ternyata air sakti yang diharap-harapkannya ternyata tidak ada. Ia hanya mendapati ruas-ruas bambunya kosong tidak ada apa-apanya. Sedangkan daun bambu yang masih hijau disebabkan pohon bambu masih baru dipotong.
         "Haahhhh! Sialan...mana air sakti itu!!???" teriak si kucing. "Dasar si Kancil pembohong...aku telah ditipunya. Aku telah ditipunya....," kata si Kucing sambil bergegas lari mengejar si kancil yang telah membawa seember susunya.      


selesai

sumenep, 17 Nopember 2012


      

Senin, 12 November 2012

PEJUANG 1945

Gambar : agus karianto
         Pak Tomo, demikian orang sekampung memanggilnya. Seorang laki-laki yang tubuhnya semakin renta namun semangat hidupnya tetap menyala-nyala. Konon, dia adalah seorang tokoh pejuang di Republik Indonesia ini. Piagam perhargaan pejuang yang menempel di dinding ruang tamunya menjadi saksi sejarah baginya. Meskipun kini ia hidup sebatang kara, namun hampir tiap hari selalu ada saja orang yang mengunjunginya.
         Banyak cerita perjuangan yang bisa digali dari Pak Tomo. Dan dia selalu semangat menceriterakan tentang bagaimana suka dukanya berperang melawan para penjajah yang menguasai negeri Indonesia. Kami bisa tahan berjam-jam mendengarkan cerita-ceritanya. Cerita sinetron dan film di TV seakan-akan tidak bisa menandingi serunya cerita perjuangan Pak Tomo. Siapa saja yang mendengarkan ceritanya pasti seakan terhipnotis, larut dalam ceritanya, seakan-akan mereka mengalami sendiri berada di medan pertempuran. Seru. Emosi kami membara, dan kita semakin benci terhadap ketidak adilan, penjajahan, perampasan hak orang lain. Sungguh luar biasa semangat Pak Tomo.
         Siang itu, setelah pulang dari upacara peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 Nopember, anak-anak beramai-ramai pergi ke rumah Pak Tomo.
          "Tentu cerita perjuangannya kali ini akan semakin seru, kawan-kawan" kata salah satu di antara  mereka.
          "Ya, pastilah...hari ini khan tepat hari Pahlawan 10 Nopember."
          "Asyiikkkk."
          Namun, setibanya mereka di rumah Pak Tomo, ternyata beliau sedang menangis di hadapan Televisi yang ditontonnya. Sesekali beliau menundukkan kepala sambil mengusap air matanya. Dan kamipun terheran-heran. Tidak biasanya beliau bersikap begitu. Kami saling pandang dan bertanya, "Ada peristiwa apa sehingga beliau sampai menangis?" "Mungkinkah Pak Tomo terkenang  saat perjuangan 1945 dulu?" Dan untuk menghilangkan rasa penasaran kami segera mengetuk pintunya.
         "Assalamu'alaikum," sapa kami hampir bersamaan.
         "Wa alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Pak Tomo dari dalam rumah. Dan kami lihat beliau cepat-cepat mengeringkan air matanya.
         "Eeee....cucu-cucuku," kata beliau.  "Ayo..ayoo masuk. Wah, nampaknya kalian belum pulang ke rumah ya? Kok masih pada memakai seragam sekolah begitu? Jangan-jangan kalian bolos sekolah ya??"
         "Wah, ya nggak, Pak. Kami pejuang-pejuang muda penerus perjuangan Pak Tomo kok bolos sekolah. Tidak ada ceritanya seperti itu, Pak."
         "Iyaaa....bapak percaya. Namun, hari ini khan belum waktunya pulang sekolah kok kalian sudah datang ke rumah bapak?"
         "Tadi ada upacara Hari Pahlawan 10 Nopember , pak. Nah, setelah upacara usai, kami diperbolehkan pulang karena di sekolah tidak ada kegiatan belajar lagi. Oleh karena itu kami mampir ke sini."
         "Ooooo begitu tho ceritanya? Lalu kenapa harus ke rumah Bapak?"
         "Pak, kami ingin mendengar cerita perjuangan lagi. Boleh khan, Pak?" rayu kami.
         Dan, Pak Tomo nampak terdiam. Kedua matanya kembali digenangi air mata. Nampaknya beliau makin bersedih. Tapi kami tidak tahu apa penyebabnya.
         "Memangnya ada apa, kok Pak Tomo sedih begitu?" tanya kami memberanikan diri.
         Pak Tomo tidak segera menjawab pertanyaan kami. Ia kembali menyeka air matanya. Dan setelah bernapas dalam-dalam dia mendekati kami.
         "Begini cucu-cucuku," kata Pak Tomo memulai cerita. "Bapak akhir-akhir ini merasa sedih. Sedih sekali melihat kelakuan generasi penerus anak negeri ini. Bapak sering melihat berita di Televisi banyak sekali para pelajar, para mahasiswa, masyarakat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat kita dan para pejabat negeri Indonesia saling berkelahi. Mereka saling hantam. Mereka saling caci, saling fitnah, saling ingin menunjukkan kepandaian mereka sendiri. Melihat semua kejadian ini bapak jadi sedih. Sedih cucu-cucuku. Sepertinya menyelesaikan semua persoalan harus dengan pertengkaran tiada akhir. Masyarakat semakin jauh meninggalkan nilai-nilai kemanusiaannya. Masyarakat semakin meninggalkan nilai-nilai persatuan. Masyarakat semakin meninggalkan cara-cara bermusyawarah dalam menyelesaikan sebuah persoalan. Para pemimpin negeri ini banyak yang kurang amanah dalam mengemban tugasnya. Penyelewengan jabatan terjadi dimana-mana. Korupsi. Manipulasi seakan sudah bukan barang tabu lagi. Dan semua ini yang membuat bapak sedih.Sedih cucu-cucuku."
          Kami tidak membantah apa-apa yang disampaikan Pak Tomo. Semua kata-katanya benar. Banyak para pelajar kita saling berkelahi satu sama lain hanya karena perkara sepele. Terkadang dalam perkelahian mereka membawa senjata tajam. Uh...ngeri.
          "Benar, Pak."
          "Rasanya perjuangan bapak tahun 1945 menjadi sia-sia. Seakan tetesan darah dan air mata dalam memperjuangkan kemerdekaan menjadi sesuatu yang sia-sia saja. Kalau boleh bapak berkata bahwa mereka para penerus perjuangan ini telah mengkhianati perjuangan para pahlawan negeri ini. Mereka telah berkhianat menyia-nyiakan potensi mereka untuk melanjutkan perjuangan kami. Mereka berusaha meruntuhkan bangunan Kemerdekaan yang telah dirintis para pejuang ibu pertiwi ini."
         "Tapi, kami bukan termasuk kelompok pengkhianat ibu pertiwi itu, khan Pak?"
         "Hahahahaha....iya...iya...kalian khan cucu-cucuku yang senantiasa peduli dengan arti perjuangan kami. Kalian bukan termasuk kelompok pengkhianat apabila kalian berjuang sungguh-sungguh sesuai tugas kalian sebagai pelajar. Perjuangan kalian yaitu belajar menggali ilmu setinggi-tingginya. Kejarlah cita-cita kalian. "
         "Tapi, kenapa mereka sampai berbuat begitu ya, Pak?"
         "Iya, perbuatan mereka amat memalukan. Memalukan, Pak!" kata teman kami yang lain.
         "Benar cucuku. Beda dengan saat bapak masih berjuang dulu. Kalau jaman Bapak berjuang tidak ada yang namanya perbedaan suku, agama, Ras dan perbedaan-perbedaan yang lain. Bukan berarti tidak pernah ada konflik antara kami. Konflik itu pasti ada. Namun semua konflik itu bisa diselesaikan dengan cara musyawarah. Tidak ada yang saling merasa benar sendiri. Tidak ada yang sok jagoan. Kita saling menghargai satu sama lain. Sebab tujuan kami saat itu sama yaitu bagaimana bisa mengusir para penjajah ibu pertiwi ini."
         "Iya, Pak. Pelajar, mahasiswa atau masyarakat sekarang sepertinya  mudah sekali emosi. Perkara kecil bisa menjadi besar dan ujung-ujungnya bisa memicu konflik yang berakhir dengan bentrok massal. Ngeriiii.... padahal kalau salah satu pihak bisa menahan diri tentu konflik di antara mereka tidak akan bisa terjadi."
        "Wah...bapak bangga dengan kalian. Ternyata cara pandang cucu-cucuku sudah lebih dewasa. Dan mudah-mudahan kalian-kalian ini bisa menjadi pemimpin negeri ini di masa mendatang." kata Pak Tomo.
        "Hahahahaha....tentu saja Pak. Siapa dong pahlawannya? Pak Tomo..."
        "Hahahahaha....kalian ini ada-ada saja, cucuku."
        Baru kali ini kami lihat Pak Tomo tertawa senang. Sepertinya dari sorot matanya ada sebuah harapan besar terhadap kami untuk bisa meneruskan cita-cita beliau.
        "Jadi untuk membangun bumi Nusantara. Membangun Ibu Pertiwi Indonesia. Kalian harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Banyak-banyaklah belajar sejarah. Indonesia itu negeri yang besar dan kaya raya. Bagaikan Untaian Jamrud di Khatulistiwa. Indonesia itu negeri yang subur makmur. Indonesia itu terdiri dari beribu-ribu suku bangsa dan bahasanya, bermacam-macam keyakinan, beraneka adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Tidak mungkin suatu Pemimpin mengistimewakan satu suku bangsa atau satu agama lalu merendahkan suku bangsa atau agama yang lain. Kita harus bisa membangun negeri ini dengan memanfaatkan potensi perbedaan yang ada. Kalau kalian jadi pemimpin jangan sampai memaksa orang lain mengikuti kehendak kalian agar tidak terjadi konflik di masyarakat.Fanatik terhadap keyakinanmu itu perlu, namun jangan sampai kamu memaksa orang lain berprinsip seperti kalian. Membangun Indonesia itu perlu kebersamaan. Perlu kerja keras semua pihak. Tanpa mengenal Suku, Agama dan  Rasnya. Setiap manusia yang berstatus warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama dalam memajukan Bumi Nusantara ini menuju tercapainya tujuan negara Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur."
         Kami semakin paham arti hidup bernegara seperti yang dituturkan Pak Tomo. Kami makin kagum dengan cara pandang Pak Tomo tentang hidup bernegara di Bumi Nusantara ini. Pak Tomo benar-benar seorang pahlawan. Dan kamipun akhirnya menyadari betapa bodohnya apabila kami selaku pelajar menyelesaikan persoalan dengan cara perkelahian massal. Semua itu buang-buang waktu dan kesempatan saja.Betapa bodohnya seseorang yang mengisi kemerdekaan dengan cara melakukan korupsi dan manipulasi uang rakyat.
        "Kami tidak mau dijuluki sebagai PENGKHIANAT PERJUANGAN BANGSA, pak," kata kami sambil berpamitan Pak Tomo untuk segera pulang.


selesai

sumenep, 13 Nopember 2012

         
        


        

Minggu, 04 November 2012

AYAM KAMPUNG SANG JUARA

 
Gambar : agus karianto


              Malam itu, di kandang ayam suasananya begitu ramai. Seluruh ayam mondar-mandir ke sana kemari sambil membawa sesuatu. Ada yang membawa kapas. Ada yang membawa obat luka. Bahkan ada yang membawa perban. Sebagian ayam meracik obat herbal berupa daun-daunan untuk obat luka. Memang saat itu, mereka sedang merawat Pak Jago yang terluka parah akibat kalah bertarung dengan Jago petarung yang kebetulan singgah di kampung mereka.
              Memang sudah hampir seminggu Jago Petarung ada di kampung mereka. Setiap hari, ia selalu berkeliling kampung. Setiap bertemu ayam jago, ia selalu menantangnya bertarung. Dan selama ini tidak ada seekor ayam jagopun yang bisa menandingi keperkasaannya. Ayam jago petarung selalu menjadi pemenangnya. Tubuh Ayam Jago petarung memang terkenal perkasa. Kedua taji yang panjang dan runcing di kakinya menjadi senjata andalannya. Banyak ayam jago yang terluka berat bila terkena taji-tajinya. Sampai akhirnya, Pak jago yang amat disegani di kalangan ayam jago kampung kini menjadi korbannya.
Sebenarnya, Pak Jago hanya ingin melindungi temannya yang ditantang Jago Petarung untuk berkelahi. Teman Pak Jago bertubuh kecil dan lemah, kalau sampai bertarung dengan si Jago Petarung tentu akan menjadi bulan-bulanan saja tubuhnya. Oleh karena itu, Pak Jago yang berusaha menggantikannya. Dan, akhirnya Pak Jago yang kalah dan luka berat.
              "Maaf, Pak Jago," kata teman Pak Jago yang telah dilindunginya. "Akibat menggantikan posisi saya akhirnya Bapak yang terluka berat."
             "Ahhhh...nggak apa-apa, teman. Tapi kamu tidak diajak berkelahi lagi dengannya, Khan?" jawab Pak jago sambil tiduran karena tubuhnya luka semua kena taji si Jago Petarung. Dan kini dia sedang diobati teman-temannya.
             "Eemm...sudah tidak pernah, Pak. Tapi...si Jago Petarung sekarang makin sombong saja, Pak!"
             "Lhoo..lho..lhoo..kok bisa begitu?"
             "Iya, Pak. Sejak dia bisa mengalahkan bapak dan kini sudah tidak ada ayam jago yang bisa diajak berkelahi lagi. Kini dia semakin besar kepala. Sikapnya sombong. Angkuh. Seolah-olah dialah sang jagoan di kampung kita. Padahal aku belum pernah berhadapan dengannya. Aku belum pernah bertarung dengannya"
             "Eittttssss.....jangan bertindak ceroboh, teman," kata Pak Jago. 
             "Ceroboh bagaimana, Pak!"
             "Tubuhmu kecil dan lemah. Mana mungkin bisa mengalahkan dia?"
             "Benar kata Bapak. Tubuhku kecil dan lemah. Sebenarnya kemarin aku mau meladeni ajakannya, tapi rupanya Bapak melarangku. Dan bapak akhirnya yang menjadi korbannya. Saya kasihan melihat pengorbanan bapak. Aku harus menghentikan kesombongan dan keangkuhannya, Pak."
             "Tapi.....aku meragukan kemampuanmu, Kawan." kata Pak Jago ragu akan kemampuan temannya.
             "Tenang saja, Pak. Kalau kita kompak maka kita dapat mengalahkan Jago Petarung. Aku hanya butuh dukungan teman-teman. Aku hanya butuh tempat latihan untuk kuat terbang. Itu saja, Pak."
             Dan, semua keluarga Pak Jago ikut setuju dengan rencana teman Pak Jago. Maka sejak saat itu, semua ayam ikut membantu menyusun rencana untuk melatih fisik temannya. Setiap hari, teman pak jago harus berlari mengitari pematang sawah belakang rumah Pak Jago sebanyak dua puluh lima kali. Setelah itu, teman pak jago harus bisa mengepakkan sayapnya kuat-kuat agar bisa terbang dan hinggap di atas atap rumahnya. Setelah semua latihan selesai, maka dia harus minum jamu penguat tubuh untuk memulihkan tenaganya. Demikian, latihan itu dilakukan berhari-hari.
             Sore itu, seperti biasanya teman Pak jago sedang berlari mengelilingi pematang sawah. Namun, dia tidak sadar bahwa si Jago Petarung memperhatikannya dari kejauhan. Si Jago Petarung tertawa terbahak-bahak melihat cara latihan teman Pak Jago yang dulu pernah diselamatkan dari cengkeramannya.
"OOoooo rupanya dia sedang latihan menghadapi aku, ya." kata Jago Petarung dalam hati. "Hihihihihi....mana mungkin dengan tubuh sekecil itu bisa menghadapi aku. Cissss!" katanya sambil berusaha mendekatinya.
           "Hoiiiiii......sedang apa kamu, heh?!" bentak di Jago Petarung.
           Teman Pak Jago terkejut mendengar bentakan Jago Petarung. Ia menghentikan latihannya. Ia kini mulai berhadapan dengannya. Memang terjadi perbedaan menyolok antara tubuh jago Petarung yang gagah, tinggi besar dengan teman Pak jago yang mungil tapi lincah.
           "Kau mau menantang aku, ya? Ayo kalau berani kita bertarung!" lanjut Jago Petarung.
           "Enggg....siapa takut," jawab teman Pak Jago sambil mulai mengambil kuda-kuda.
           "Hihihihihihi.....lucuuuu! Si kecil mungil mau menghadapiku? Kau cari mampus, ya."
           "Kau jangan sombong dan takabur begitu! Bisa-bisa akibat kesombongan dan ketakaburanmu itu bisa berakibat fatal terhadap dirimu sendiri."
           "Cissss ! Jangan menceramahi aku. Aku tebas lehermu dengan kedua tajiku pasti kamu akan mampus." kata di Jago Petarung sambil meloncat ingin melukai tubuh teman Pak jago dengan tajinya. Namun, teman pak jago secepat kilat menghindarinya. Tubuhnya selamat. Si Jago Petarung marah karena terkamannya berhadil dihindari lawan. Ia mencoba sekali lagi menggempur tubuh lawannya. Namun, berkali-kali teman pak jago berhasil menghindarinya. Si Jago petarung makin marah dan emosi. Ia kini tidak bisa mengendalikan emosinya. Ia terus mengejar musuhnya kemanapun menghindar sambil mengarahkan kedua tajinya ke tubuh lawan. Tapi, untuk kesekian kalinya lawannya berhasil lolos dari sergapannya.
            Tiba-tiba teman Pak Jago lari menjauh. Dan, si Jago Petarung mengejarnya.
            "Hoiiii mau lari kemana kamu," bentak Jago Petarung. "Jangan melarikan diri...ayo hadapi aku."
            Rupa-rupanya teman Pak jago bukan melarikan diri. Namun, ia sengaja mencari tempat berkelahi yang tanahnya agak berair dan lembek.
           "Ayolah Jago Petarung kalau kamu berani kita bertarung di sini," demikian tantang teman Pak jago.
           SI jago petarung semakin emosi. Ia meloncat ke sawah yang tanahnya berair dan lembek. Tetapi, rupanya ia tidak sadar bahwa ketika kedua kakinya berdiri di sana, tiba-tiba kedua kakinya masuk ke dalam tanah. Dan ia sulit bergerak dengan lincah. Ia sulit mengendalikan tubuhnya. Tubuhnya semakin berat saat ingin melompat dan mengarahkan tajinya ke tubuh lawan. Tanah yang berair dan lembek itulah yang mengakibatkan kakinya kurang bebas bergerak. Dan hal ini tidak disia-siakan oleh teman pak jago. Secepat kilat tubuhnya melayang dan menyerang di Jago Petarung. Lalu, ia mencakar kedua mata si Jago Petarung. Si Jago petarung terkejut dan mengaduh kesakitan.
          "Aduuhhhh....mataku.....aduuuhhhhh mataku sakiiitttt....mataku sakiiittt....ampuuunnnn," rintih Jago Petarung.
Dan sekali lagi teman Pak jago mengarahkan pukulannya tepat mengenai kedua kaki Jago Petarung. Si Jago Petarung makin meraung-raung kesakitan karena tulang kakinya terluka parah. Dan akhirnya tubuhnya roboh tidak berdaya.
          "Horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee.........horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee.....horeeeeeeeeeeee..." teriak ayam-ayam lain yang sejak tadi melihat perkelahian dari rumah Pak Jago. Dan Pak Jago bangga dengan kemenangan yang diraih temannya. Ternyata dengan latihan yang tekun dan disiplin kita bisa mengalahkan lawan yang menurut kita sulit untuk ditaklukkan.


selesai

sumenep, 5 nopember 2012

moral cerita : Jangan meremehkan potensi diri anda sendiri. Karena dengan kedisiplinan dan ketekunan
                     melakukan sesuatu maka anda akan bisa menghadapi tantangan sebesar apapun di
                     hadapan anda.


Sabtu, 03 November 2012

KISAH CICAK DAN BUAYA

gambar : agus karianto






             Dahulu kala, ada cecak hidup bertetangga dengan buaya. Si cecak punya kebiasaan jelek. Dia tidak pernah mensyukuri rezeki makanan yang didapatnya. Meskipun memperoleh rejeki banyak, dia selalu protes kepada siapa saja yang ditemuinya. Apalagi saat dia tidak mendapat rejeki secuil pun. Dia akan melampiaskan kemarahan kepada siapa saja yang ditemuinya. Cacian dan sumpah serapah selalu keluar dari mulutnya. Terkadang dia menyalahkan Tuhan. "Tuhan memang tidak adil," katanya. "Kenapa aku cuma bertubuh kecil? Kenapa kakiku diberi lem perekat? Aku khan jadi sulit berlari mengejar mangsaku? Kenapa aku hanya bisa berjalan merayap di tembok-tembok? Sementara teman-temanku bisa berlarian di darat? Uuuhhhhh....memang Tuhan tidak adil dalam menciptakan aku," gerutu si cecak.
            Malam itu, si cecak pergi mencari makanan. Namun, sejak sore hingga tengah malam  ia tidak mendapatkan makanan sepotongpun. Ia terus berkeliling ke setiap sudut tembok, namun sia-sia. Tidak ada sepotong makananpun yang dijumpainya.
            "Sialan!," ia mulai menggerutu dalam hati. "Beginilah kalau kakiku dipenuhi  lem perekat. Aku kesulitan mencari makan. Uuuuhhhh......dasar!"
           Dan tidak jauh dari tempat si cecak mencari makanan, ada seekor buaya yang sejak tadi memperhatikannya. Si buaya tersenyum  melihat si cecak selalu menyesali nasibnya. "Tidak seharusnya dia berkata begitu," kata si buaya. "Tuhan tidak pernah salah design dalam menciptakan semua makhluk-makhluk-Nya. Tuhan menciptakan makhluk-Nya tentu sudah disesuaikan dengan cara mereka akan memperoleh makanannya. ," lanjut si buaya .

           "Hei, cicak...kenapa kamu selalu marah-marah begitu?" teriak si buaya. "Setiap hari kok kerjamu menyesali nasibmu melulu. Kamu sama sekali tidak pernah bersyukur kepada Tuhan yang telah menciptakan tubuhmu."
            Si cicak tidak menjawab pertanyaan buaya.  Sebaliknya, kedua matanya menatap tajam ke sekeranjang makanan yang ada di hadapan buaya. Melihat banyak makanan membuat air liurnya keluar.  Kemudian dia mencoba mendekati si buaya. Lalu dia mulai merayu si buaya agar memberikan sedikit makanan yang ada di hadapannya.
           "Waaaah...makananmu banyak sekali, pak buaya," kata si cicak. "Bagi-bagi dong...aku sedang kelaparan, nih. Seharian belum mendapatkan makanan"
           "Hah...kamu minta makananku?!," teriak pak buaya. "Tidak bisaaa...tidak bisaaa...tidak boleeeeh! Sebab makanan ini bukan milikku. Aku cuma bertugas menjaganya saja. Buah-buah ini milik tuanku. Aku tidak berhak memberikan sebuahpun kepada siapa saja. Aku takut melanggar janji. Aku takut dianggap berkhianat. Aku takut dosa, kawan," kata si buaya memberi alasan.
          "Yaaaaa....minta sebuah saja masa nggak boleh? Buah di hadapanmu khan banyak tentu kalau berkurang satu saja pasti tuanmu tidak akan tahu!
          "Eitsss...sekali tidak boleh ya tidak boleh...aku takut dianggap sebagai pengkhianat," kata pak buaya.
          "Pak Buaya, aku sedang kelaparan, nih. Bukankah menolong teman yang sedang kelaparan akan mendapat pahala dari Tuhan. Ayo dong beri sebuah saja. Pasti Tuhan akan memberi pahala yang buaaannnyaaaakk kepadamu," demikian rayu si cecak.
          "Waaahhh ya nggak bisa begitu, cicak! Kalau amanah ya tetap amanah. Apapun alasannya. Kamu jangan membuat aku melakukan perbuatan dosa, ya."
          "Lhoooo...menolong teman yang sedang kelaparan kok dikatakan berbuat dosa ," kata Cicak terus merayu.
          "Tapi makanan ini bukan milikku, cicaaaak!" kata pak buaya mulai jengkel. "Aku dilarang memberikannya pada siapapun. Apapun alasannya. Itu saja. Jadi aku takut melanggar sumpah. Apakah kamu tidak mengerti juga?"
          Si cicak semakin sewot. Seluruh rayuannya tidak bisa mengubah pendirian buaya. Ia masih mencari cara lain agar si buaya mau memberikan makanan yang dijaganya.
          "Hehehehe...iya dechhhh...waahhhh aku kagum terhadap keteguhan sikapmu menjaga amanah tuanmu, kawan," kata cecak memulai rayuannya. "Aku mengaku salah dechhh..... Aku tadi cuma mau mengujimu saja, kok. Dan kini aku sadar, aku akan belajar kepadamu agar aku bisa memiliki sikap sepertimu. Aku ingin menjadi makhluk Tuhan yang punya sikap amanah sepertimu. Tapiiiii.... maukah kamu mengajariku, pak buaya?"
          "Heemmmmm," si buaya agak curiga dengan perubahan sikap si cicak.
          "Benar, pak buaya. Aku merasa bersalah. Aku merasa berdosa mencoba membuat kamu jadi berkhianat. Sekarang aku ingin belajar darimu. Aku ingin punya pendirian kuat sepertimu. Aku ingin merobah sikapku yang salah. Aku ingin memiliki sikap amanah sepertimu. Aku ingin berubah, kawan."
          Rupanya pak Buaya mulai luluh hatinya. Ia mulai merasa iba pada perobahan sikap si cecak. Ia akhirnya mulai percaya dan  hanya berpikir positif terhadap perubahan sikap si cecak. Oleh karena itu, ia menyatakan bersedia mengajari si cecak.
          "Terima kasih, pak buaya. Terima kasih....terima kasih....ayoooo... kita segera mempraktekkan pelajarannya sekarang saja ," kata si cicak kegirangan.
           Pak buaya merasa senang dengan sikap si cecak yang penuh semangat ingin menjadi teman yang amanah dan memiliki tanggung jawabterkejut mendengar kegembiraan si cecak dan ingin langsung mempraktekkan saat itu juga.
          "Hah....mempraktekkannya sekarang juga?," kata pak buaya keheranan. "Kenapa harus secepat itu kamu ingin belajar dariku?"
          "Yaaaa iyalah...khan aku kepingin secepatnya merobah sikap menjadi amanah sepertimu ! Kalau ditunda-tunda nanti aku bisa berobah pikiran." kata si cicak.
           Si buaya berpikir, kalau si cecak berubah pikiran tentu ia tidak bisa lagi punya kesempatan merobah sikap jeleknya. Nah, mumpung ia bersemangat mau belajar maka ia menyetujui saja saran si cecak.
          "Baiklah kalau begitu," kata buaya. "Kita mulai belajar darimana, kawan?"
          Si cecak tertawa senang. "Akhirnya aku bisa menjalankan tipu muslihatku," pikir si cecak. Dia sebenarnya berpura-pura ingin belajar merobah sikap kepada pak buaya. Namun tujuan sebenarnya adalah ingin menguasai makanan yang sedang dijaga si buaya. Dan ternyata akal liciknya mulai menemui keberhasilan. Kemudian, dia menyarankan agar pelajaran pertamanya adalah belajar menjaga makanan yang ada dihadapan buaya.
         "Begini, Buaya. Aku ingin belajar memiliki sikap amanah dengan menjaga makanan di hadapanmu itu. Kamu bisa mengawasiku dari jauh. Bukankah kamu sudah lama menjaganya. Tentu kamu merasa capek, khan? Nah, sekarang kamu bisa istirahat. Biarlah makanan-makanan ini aku yang menjaganya."
          Sebenarnya ada sedikit keraguan di hati pak buaya. Sebab dia harus pergi menjauhi makanan yang ia jaga dan ia harus mengawasinya dari kejauhan. Namun, ia percaya dan yakin bahwa  si cicak tidak mungkin berani berbohong padanya. Bukankah dia sudah insyaf dan mulai belajar memiliki sikap amanah? Lagian, dia hanyalah hewan kecil. Kalau sampai berani berbohong maka pak buaya akan memukul tubuh si cecak  dengan ekornya sampai tewas.
         "Tapi ada satu permintaanku, Cicak." kata pak buaya. " Bila sewaktu-waktu pemiliknya datang maka kamu harus berpura-pura menjadi aku lho...kamu harus memegang amanah. Jangan suka berdusta." lanjut pak buaya. Pak buaya hanya mengawasinya dari kejauhan.

         "Iyaaaa...iyaaaa... pak buaya, ayo segeralah beristirahat di kejauhan sana!" bentak si cicak sambil berjalan menuju ke sekeranjang makanan di depannya.
         Si cicak tertawa dalam hati. Kini dia berhasil mengelabui pak buaya. "Dasar buaya tolol...akhirnya aku bisa menipunya," pikir si cecak. Lalu si cicak mulai merencanakan menghabiskan makanan di hadapannya tanpa sepengetahuan pak buaya. Namun, ia masih menunggu kesempatan yang tepat yaitu pada saat pak buaya sudah tertidur.
         Beberapa saat kemudian ketika si buaya benar-benar sudah tertidur, lalu si cecak cepat-cepat mendekati sekeranjang makanan yang dijaganya. Dia mulai memilih makanan yang terlezat untuk disantapnya.
         Namun, ketika si cecak akan melaksanakan niatnya, tiba-tiba dari kejauhan datanglah seekor singa mendekat sambil bernyanyi-nyanyi dan berteriak-teriak.
          "Hohoho...hihihi...hahahaha...huhuhuhuu...aku datang...aku dataaaaannngggg aku datang....Pak Buaya aku datang......pak buaya aku datang....Pak buaya aku mau mengambil makananku," teriak pak singa.
        Si cicak nyalinya menjadi ciut melihat kedatangan si singa. "Hah ...pemilik makanan ini ternyata Pak Singa? Gawaaatttt!!!! Bagaimana ini?!" pikir si cecak ketakutan. Maka niat ingin menghabiskan makanan di hadapannya akhirnya batal. Dia kini merasa ketakutan menghadapi pak singa. Ia berniat mau melarikan diri, namun tubuhnya bergetar ketakutan. Dia sulit menggerakkan kakinya. Dia berpikir kalau sampai pak singa tahu bahwa yang menjaga makanannya bukan pak buaya maka pak singa akan marah besar. Dan ia ingat pesan pak buaya bahwa bila pemiliknya datang maka ia harus berpura-pura menjadi pak buaya.
          "Tapi tubuhku kecil," pikir si cecak. "Lalu bagaimana caranya agar aku bisa berpura-pura menjadi buaya dalam waktu sesingkat ini? Aduuuuhhhhh....gawat si singa semakin dekat saja." kata si cicak makin resah dan ketakutan.
           Si cicak semakin kebingungan. Dan tanpa pikir panjang ia segera minum air sungai di hadapannya sebanyak-banyaknya. Dia berpikiran bahwa dengan minum air sebanyak-banyaknya maka tubuhnya akan membesar menyamai tubuh pak buaya. Dia tidak memikirkan  akibatnya. Dia cuma berusaha menyelamatkan diri dengan cara menyamai bentuk tubuh pak buaya.
          Namun, rupanya usaha si cicak berhasil. Kini tubuhnya nampak membesar berisi air. Tubuhnya sekilas nampak seperti tubuh pak buaya. Tapi, akibat memaksakan diri minum air sebanyak-banyaknya membuat daya tahan tubuhnya mulai melemah. Dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Dan tidak berapa lama tubuhnya mulai mengambang di permukaan air. Ia telah mati sebelum bisa menikmati makanan yang dijaganya.
          Sementara itu, pak singa nampak senang melihat makanannya masih utuh.Tidak ada secuil makanan pun yang hilang. Dia bangga dengan sikap amanah pak buaya dalam menjaga makanannya. Dia senang dengan kejujuran pak buaya. Untuk itu, pak singa memberikan hadiah beberapa biji buah kepada pak buaya agar bisa dinikmati bersama keluarganya. Pak buaya gembira menerima hadiah sambil terus memandangi tubuh si cicak yang semakin menjauh terbawa arus sungai.


selesai

sumenep, 3 nopember 2012

moral cerita : Memegang amanah adalah perbuatan yang mulia. Sedang kelicikan akan membawa petaka
                     kepada siapapun yang melakukannya.

Kamis, 01 November 2012

PAK KANCIL PENUNGGU SERULING SAKTI


              Siang itu, Pak Kancil berjalan-jalan berkeliling kampung. Memang sejak musim kemarau panjang ini ia lebih senang berada di luar rumahnya. Hujan yang belum turun membuat udara terasa panas. Namun, beda rasanya dengan udara yang ada di luar rumah terasa lebih sejuk. Apalagi bila berada di bawah pohon. Oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesa tumbuhan membuat badan terasa segar. Sehingga Pak kancil bisa betah berlama-lama berteduh di sana.
              Saat itu, seperti biasanya ia ingin berteduh di bawah pohon. Ia mencari pohon yang lebih rimbun dari pohon yang lainnya. Kali ini ia mencoba berjalan menuju pepohonan yang ada di samping hutan bambu.
            "Wah, disana pasti udaranya lebih sejuk," pikir Pak Kancil sambil terus mempercepat jalannya.
            Benar juga, ternyata tempat yang dituju Pak Kancil cukup rimbun. Apalagi hutan bambu yang ada di depannya sangat lebat sehingga membuat tempat di sekitarnya menjadi teduh.
            Sesampai di sana, kemudian Pak Kancil mencoba merebahkan diri dibawah pohon. Angin yang berhembus cukup kencang menambah sejuk udara di siang hari itu. Dan Pak Kancil mulai merasa kantuk.
Sesekali matanya terpejam, namun ketika angin berhembus kencang matanya kembali terbuka. Saat angin kencang berhembus terdengar bunyi mengaung keras yang ditimbulkan dari hutan bambu. Suaranya mirip orang lagi bersiul.
            Ketika Pak Kancil kembali tertidur, tiba-tiba datang angin yang cukup kencang. Pohon-pohon bergoyang. Dan pohon tempat Pak Kancil tiba-tiba patah....Kraaaaakkkkkkkk......
Pak kancil terbangun. Ia terkejut dan berusaha lari menjauh. Namun, kecepatan larinya kalah dengan kecepatan robohnya pohon yang menjadi tempat bernaungnya. Dan patahan pohon tersebut menjepit tubuh Pak. kancil. "Aduuuuuhhhh....sakit," teriak Pak Kancil. "Toloooonnggg....tooloooongggg....tolooonggg !"
Berkali-kali Pak kancil berteriak minta tolong, namun tidak ada temannya yang lewat di sana. Memang tempat berteduh Pak kancil ini jauh. Mungkin hanya beberapa temannya saja yang mengetahuinya.
Sambil menunggu bila ada temannya datang, Pak Kancil mencoba membebaskan diri dari himpitan pohon. Namun, usahanya selalu gagal. Tenaga Pak kancil semakin lemah. Apalagi ia belum makan siang juga.
Pak Kancil nyaris putus asa. Sesekali ia menangis menyesali diri. "Harusnya aku tidak berteduh di bawah pohon yang telah rapuh disaat musim angin kencang begini," keluh kesahnya. "Ya ini akibatnya kalau melanggar hukum alam. Pohon yang rapuh biasanya rawan roboh bila diterjang angin kencang. Ya, mau bagaimana lagi....sekarang aku harus minta bantuan teman-teman."
           "Toloooooooooonngggggg," teriak Pak Kancil sekeras-kerasnya. Dan rupanya teriakan ini bisa didengar seekor harimau yang berjalan di balik hutan bambu.Si harimau segera berlari mendekati Pak Kancil.Dia terkejut melihat Pak kancil nampak meringis kesakitan.
          "Hallo, kawan...memangnya kenapa kamu kok berteriak-teriak minta tolong?" tanya si Harimau.
          Pak Kancil merasa senang sebab ada temannya yang mengetahui keberadaannya. Namun, nyalinya kembali menciut manakala yang datang si Harimau. Bukankah dia adalah musuh bebuyutannya. Kalau saja si harimau tahu bahwa dirinya tidak berdaya tentu dia akan senang luar biasa. Dia akan dengan mudah melumat tubuh Pak Kancil. Oleh karena itu, Pak kancil berusaha mencari akal agar si harimau percaya terhadap omongannya.
          "Oooooo....si harimau ternyata yang pertama kali mendengar pengumumanku," kata Pak Kancil. "Wah beruntung sekali nasibmu, kawan."
          "Lho..lhoo...lhooo....pengumuman apa, Cil? Lalu, beruntung apanya? Bukankah kamu tadi berteriak minta tolong. Kamu kan tidak mengumumkan sesuatu?"
          "Hohohohoho...benar, Kawan. Dengan cara seperti itulah aku ingin menarik perhatianmu, sehingga kamu datang kemari"
           Si harimau semakin tidak mengerti arah pembicaraan Pak Kancil.
          "Memangnya beruntung seperti apa yang kamu maksudkan, Cil?"
          "Begini, kawan," kata Pak Kancil. "Sebenarnya sejak siang tadi aku berada di sini. Aku diperintah Sang raja untuk menunggu seruling Saksi yang disimpan di balik rerimbunan bambu. Aku tidak boleh meninggalkan sesaatpun tempat ini. Sebab nanti malam sang Raja akan mengambil seruling saktinya. Konon, dengan seruling sakti itu kita bisa mendatangkan seluruh makanan yang kita inginkan. Nah, sang raja takut kehilangan seruling saktinya, sehingga aku dipaksa menungguinya. Agar aku tidak bisa pergi, maka tubuhku dihimpit dengan pohon ini. Dan nanti aku akan dijadikan pengawal pribadi sang raja. Aku sebenarnya menolak. Aku merasa kurang pantas dijadikan pengawal pribadinya"
          "Tapi, aku tidak melihat seruling itu," kata si harimau.
          "Hei, ya tentu saja kamu tidak dapat melihatnya. Khan seruling itu seruling sakti. Nah, sebentar lagi kamu akan bisa mendengar suaranya bila angin mulai berhembus."
          Dan tidak berapa lama ketika angin berhembus cukup kencang terdengar suara dari hutan bambu.
          "Huuuuuuuuu.....tuiiiiiiiittttt.....tuiiiiittttt....ciiiiiitttt...huuuuu....tuiiiiiiiittttttt."
          Si Harimau mendengarkan suara sambil kepalanya manggut-manggut. "Oh...merdunya," gumamnya. Ia mulai terpengaruh cerita Pak Kancil.Ia mulai mempercayai cerita Pak Kancil.
          "Wah, benar kamu, Pak kancil," kata si Harimau. "Suara serulingnya sangat merdu dan melengking. Wah enak benar kamu akan dijadikan pengawal pribadi sang raja. Tentu di kerajaan makanannya enak-enak, yaaa."
          "Itulah, aku tidak suka menjadi pengawal raja. Tidak suka."
          Dan si harimau mulai berpikir bahwa memang si kancil kurang cocok apabila dijadikan pengawal raja. Selain tubuhnya kecil, tidak berwibawa dan tidak akan ditakuti anak  buah sang raja. Kini si harimau berniat ingin merebut kedudukan Pak Kancil. "Kalau sang raja mendapat pengawalanku, tentu tidak ada yang bisa bertindak macam-macam terhadap sang raja. Aku khan hewan yang paling ditakuti. Aku khan sang raja hutan," pikir si Harimau mulai timbul sikap sombong dan takaburnya.
         "Begini saja, Pak Kancil. Biar aku saja yang menjaga seruling sakti sang raja. Aku ingin menolongmu. Biar aku yang menggantikan kedudukanmu di situ. Bagaimana ?" tanya si Harimau.
         Mendengar ucapan si harimau membuat Pak kancil senang bukan kepalang. Rencananya berhasil. "Si harimau sombong dan gila hormat itu ternyata masih serakah ingin kedudukan yang lebih tinggi," pikir Pak Kancil. Kini si sombong itu akan menuai buah kesombongannya.
          "Aduuuhhh terima kasih, kawan. Memang kamu layak menjadi pengawal pribadi sang raja."
          "Lalu, bagaimana caranya aku bisa menggantikan kedudukanmu, Pak Kancil?"
          Kemudian, Pak Kancil mulai menyuruh si harimau agar menggeser pohon yang menghimpit tubuhnya terlebih dahulu. Karena tubuh si harimau sangat besar, maka hanya dengan sekali geser saja pohon yang menghimpit Pak kancil berhasil ia singkirkan. Setelah Pak Kancil berhasil membebaskan diri dari himpitan pohon, maka kini giliran si Harimau tidur terlentang. Dan Pak Kancil mengangkat pohon yang telah menghimpitnya untuk dihimpitkan ke tubuh si harimau.
          "Siap....,kawan....satuuuu...duuuaaa...tiiigaaa," teriak Pak Kancil sambil melemparkan pohon ke arah harimau. Bruuuukkkk....dan tubuh si harimau kini terhimpit pohon. "Aduuuuhhh....sakit, Pak Kancil," teriak si harimau.
          Si harimau berteriak-teriak kesakitan. Ia mencoba melepaskan diri dari himpitan pohon, Namun, usahanya selalu gagal. Ia berusaha menarik tubuh Pak Kancil. Tetapi Pak kancil sudah melompat menjauh meninggalkan tubuh si harimau sombong yang kini telah terhimpit pohon.
          "Hahahahaha....si harimau sombong ternyata bisa dikelabui juga. Mana ada di dunia ini seruling sakti yang bisa mendatangkan makanan sendiri. Kalau ingin mendapatkan makanan kita harus berusaha. Kita harus bekerja untuk mendapatkannya. Mana mungkin hanya dengan bermalas-malasan kita mendapatkan makanan. Hahahahahahaha....Tidakkah kamu tahu bahwa bunyi seruling tadi sebenarnya adalah suara yang berasal dari rerimbunan bambu yang ditiup angin kencang. Memang suaranya begitu. Hahahaha...."
           Si harimau akhirnya menyadari akan kebodohannya. Kenapa ia mudah percaya cerita teman tanpa berpikir dampaknya. Kenapa ia mudah tergoda jabatan yang belum tentu sesuai dengan kemampuannya sehingga melupakan akal sehatnya. Kini penyesalan si harimau tidak ada artinya.
           Sementara itu, kini Pak Kancil merasa senang bisa hidup bebas. Dia berjalan sambil berlompat-lompatan pulang ke rumahnya.



selesai


sumenep, 2 Nopember 2012


moral cerita : Jangan suka merasa bangga dengan kekuatan diri sendiri sehingga meremehkan kekuatan
                     lawan. Jangan gegabah memutuskan sesuatu persoalan penting tanpa memikirkan dampak
                     jangka panjangnya.